Kisah Nyata : Sengsara Membawa Berkah...

Drs. Wawan Sonjaya, M.Pd


Putra Kepuh Sang Kandidat Doktor


Kepuh adalah salahsatu desa di Kecamatan Lemahsugih Majalengka yang tidak jauh jaraknya dengan kawasan pegunungan Cakrabuana Wado Sumedang. Di desa tersebut lahirlah seorang anak pendidik yang hidupnya sangat sederhana. Ia kini tercatat sebagai Kandidat Doktor di Uninus. Hartanya bisa dikatakan lebih dari cukup karena ia sudah memiliki rumah, kendaraan, yayasan, sekolah, dan memiliki tabungan yang katanya cukup untuk membiayai anaknya sekolah di luar negeri. Ia juga tercatat sebagai PNS di Depag Majalengka dengan jabatan Pengawas Madrasah dan kini dipercaya oleh Kanwil Depag sebagai Aksesor Madrasah dan SMP di Garut. 
Namun di balik itu, ia masih menyimpan kesedihan dan luka hati yang sangat dalam terutama saat mengingat kembali masa mudanya.



Pada saat menceritakan pengalamannya kepada Eskul air matanya berbulir meskipun tidak mengalir. "Sewaktu kecil saya hidup pas-pasan. Kakak saya pun terpaksa jualan koran. Hidup saya prihatin. Ingin masuk SMAN 1 Majalengka pada tahun 1982 saya ditolak hingga saya menangis waktu itu. Padahal waktu itu saya sangat ingin sekali belajar di sekolah itu. Tapi saya terobati karena anak saya sekarang bisa masuk SMAN 1 Majalengka dan bisa berprestasi. Setelah ditolak, saya masuk SMA PGRI Majalengka dan bertekad untuk bisa melebihi siswa-siswa negeri....!" Ujarnya.
Saat sekolah ia mendalami pelajaran matematika dan ia berprinsip bahwa matematika adalah pelajaran yang tidak harus dihafal tapi diaplikasikan. Saya berlatih terus menerus hingga dalam ujian ia mendapatkan nilai 10 untuk mapel matematika.
Setelah lulus ia meneruskan kuliah di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung karena tidak memiliki bekal yang cukup untuk biaya hidup ia terpaksa "kost" di masjid kampus selama satu tahun seraya mendalami ajaran Islam. Dengan kepedihan hidup apalagi ditinggal orangtua transmigasi, tekadnya menjadi mengebu-gebu. Namun sayang setelah mendapatkan ijasah sarjana ia tidak diterima menjadi PNS di Disdik dengan alasan ijasahnya tidak sesuai. Untuk kedua kalinya ia menangis. Perasaannya sangat sensitif karena ia benar-benar hidup dalam keprihatinan.

Beruntung sekali ia punya seorang kakak yang gigih dalam bekerja. Setelah menjadi PNS di Kandepag Majalengka, ia merintis pendirian yayasan bersama kakaknya H. Atmaja. Yayasan yang didirikannya bernama YPIB. H. Atmaja di kemudian hari mengembangkan YPIB dalam pengelolaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) YPIB dan Wawan Sonjaya mendirikan SMK Analis Kimia YPIB. Kedua institusi pendidikan itu dibangun di lokasi yang berdampingan. Berkat kegigihan dua bersaudara itu ,kini YPIB sudah memiliki sekolah di beberapa daerah termasuk di Brebes Jawa Tengah.

Wawan Sonjaya tidak mau terus-terusan berada di SMK Analis Kimia YPIB yang telah dibesarkannya. Ia menyebutkan ingin melepaskan kepemimpinan di sekolah menengah kejuruan tersebut untuk dipimpin oleh figur lain. "Saya sudah sampaikan hal ini kepada figur-figur pendidik di Disdik  namun syaratnya cukup berat yaitu harus punya rasa memiliki minimal rasa memilikinya setara dengan saya !" Ujar Wawan tersenyum. "Kalau tidak hati-hati memilih calon kepala sekolah, saya khawatir SMK AK YPIB ke depannya tidak berkembang. Di sekolah ini buth rasa memiliki !" Ujarnya.

Harapan Wawan Sonjaya memang wajar sebab sekolah tersebut adalah buah perjuangannya yang amat melelahkan. Tidak mudah bagi siapapun termasuk Wawan Sonjaya sendiri untuk melahirkan sekolah dan mengembangkannya menjadi sekolah yang diminati. Memang saat ini SMK AK YPIB termasuk sekolah yang diminati masyarakat. Meskipun swasta namun jumlah siswa di sekolah ini tidak pernah mengalami penurunan. Seiring dengan trend meningkatnya minat masyarakat terhadap pendidikan kejuruan maka SMK AK YPIB milik Wawan Sonjaya pun ikut terkena imbasnya. "Kunci keberhasilan saya dalam mengelola sekolah ini adalah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan biaya yang semurah-murahnya!" Ujar Wawan.



(Bersambung.........)




Komentar

Postingan Populer