Syamsuwal Qomar Menulis..........Integrasi Bangsa dalam Internet

Masih ingat waktu Facebook di haramkan? Waktu itu situs ini lagi booming-boomingnya. Facebook menggeser Google.co.id menduduki peringkat pertama situs populer di Indonesia. Usernya kian hari kian membengkak. Wajar bila akhirnya menyita perhatian sampai kecurigaan. Apalagi anggapan Facebook sarana bergunjing ria, plus, diciptakan oleh seseorang berdarah ehm..ehm..Yahudi.

Hahaha..Belum nyampe setahun ya? Begitu kasus Chandra-Hamzah merebak. Facebook dimanfaatkan menggalang dukungan. Gerakan 1 juta Facebooker dukung KPK dan Chandra-Hamzah pun lahir. Tindakan yang sama dilakukan pada Prita Mulyasari.

Hayyya..Baru saja merasa kegunaan Facebook. Yang awalnya menghujat kini memuja. Bahkan menggunakan..xixixi..sampa
i-sampai ada komentar “kita pakai Facebook saja mewakili suara rakyat. Tidak perlu lagi DPR”. Bukan saya yang koment looo..xixixi..

Nah. Di balik fenomena bangsa dengan Facebook itu, saya merasa berbahagia. Karena sekian tahun, bangsa kita semakin dewasa menyikapi Internet. Yap, bangsa ini mulai hijrah dari learning IT ke Using IT yang implemented dalam kehidupan sehari-hari. Dimana internet sudah bukan lagi mainan baru. Tapi makin gencar digunakan untuk kemajuan bangsa.

Kasus Chandra-Hamzah sendiri menjadi pertanda, bagaimana Facebook dimanfaatkan memperkuat rasa kesatuan bangsa ini. Lewat Facebook kita memberi dukungan dan memprotes ketidakadilan. Semua itu, karena rasa kebangsaan dan kesatuan kita yang terusik. Padahal kalau dipikir-pikir, untuk apa mendukung? Mank dikasih duit ya?... Tapi karena mereka ialah bangsa kita juga, orang Indonesia, yang dipercaya bersih bin jujur yang sedang di dholimi.

Hikmah Internet sebagai pemersatu bangsa tentu bukan hanya di ranah facebook. Kawan-kawan blogger juga menikmati indahnya berbagi pengalaman/pengetahuan lewat tulisan. Bersilaturahmi dan saling memberi masukan mengikat kita lebih erat. Tidak ada batasan dalam berteman. Seluruh nusantara bisa menjadi sahabat.

Yap. Internet telah menyempitkan jarak sehingga orang Banjar seperti saya, bisa berteman dengan orang Sunda, Betawi, Batak, serta Padang. Kita sahabat. Kita satu bangsa Indonesia. Meskipun bukannya tanpa masalah. Dimana rasa kesatuan ini juga kadang digoda kesalahpahaman. Dan tentu saja, cukup usaha memperbaikinya kembali, kita bisa saling mengisi dan mempelajari budaya masing-masing dari kita. ?

Dan ialah pengakuan pula kalau internet ialah dunia maya tanpa batas. Dunia kreativitas. Dunia dimana penghuninya bisa bebas berekspresi tanpa dibatasi norma-norma yang mengikat. Aturan kesopanan tidaklah baku. Namun sebuah hukum tidak tertulis sedemikian kuat bagi penduduknya. Baik pengguna akun Facebook, Twitter, Blogger, atau Kaskuser..xixixi..maksa

Hukum tidak tertulis itu, layaknya hukum Pygmalion, "Bila berbuat baik, maka balasannya ialah kebaikan". Dalam agama Islam, balasannya bisa berlipat kali ganda kebaikan malah. Tapi bila berbuat jahat, balasannya bisa lebih buruk. Bahkan bisa mengundang bencana.

Konon kepercayaan ini dikenal dengan Law of Attraction. Kita menanam sesuatu. Kita juga beroleh hasilnya. Hal ini berlaku bahkan tanpa harus dipercaya. Dimana saja dan pasti terjadi. Nah, hal tersebut memberi saya kesimpulan, keyword dari kesatuan bangsa, di internet apalagi dunia nyata sangatlah simpel. Saling menghargai. Yap. Cukup saling menghargai saja.

Dimana bila hal ini diingkari, masih ingat kasus pelecehan lagu RI di internet? Masih ingat juga, bagaimana negara jiran itu digempur habis-habisan akibat ulahnya, yang diduga, banyak mengklaim hak bangsa Indonesia.

Weleh..weleh..begitulah saat bangsa ini merasa tidak dihargai. Merasa senasib sepenanggungan. Merasa dilecehkan. Dan akhirnya, saling menghargai dengan tidak menghargai mereka yang tidak menghargai bangsa ini. ***
 
*) Penulis/pengirim naskah tinggal dari Balikpapan Kalimantan


Komentar

Postingan Populer