Artikel M. Saroni ....

PENERAPAN 
KURIKULUM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Sikap Bijak Menghargai Perbedaan Budaya
Oleh: M. Saroni
(Fungsional Umum Mukurtendik Disdik Majalengka)
Pendahuluan
Negara Indonesia meliputi pulau besar dan kecil yang membentang dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai Papua. Jumlah penduduk di negara ini lebih dari 210 juta jiwa, merupakan masyarakat multietnis apalagi dengan jumlah etnis dan subetnis yang lebih dari 1000 kelompok. Setiap kelompok etnis memiliki identitas dan primodialisme budaya, dimana setiap anggotanya merasa ada keterkaitan budaya , yang turut berpengaruh terhadap anggota etnis tersebut di saat menilai etnis lain. Kebiasaan etnis yang baik dalam konteks kebudayaan akan lebih dinilai baik oleh anggota etnisnya, tetapi mungkin akan dinilai kurang baik atau buruk dalam konteks kebudayaan oleh anggota etnis lain, atau mungkin juga menurut etnis lain dinilai tidak memiliki arti apa pun.
Dalam kondisi penduduk demikian, di satu sisi perbedaan budaya pada masyarakat multietnis merupakan kekayaan yang sangat bernilai. Tetapi di sisi lain, perbedaan budaya dapat pula berpotensi menimbulkan konflik sebagai akibat dari subjektifisme anggota masyarakat etnis yang terbagi ke dalam berbagai kelompok berdasarkan identitas kebudayaan etnis yang berbeda, yang disebut stereotif etnis, atau suatu keyakinan yang terlalu digeneralisir, disederhanakan, atau dilebih-lebihkan dari suatu etnis terhadap kelompok etnis tertentu, atau etnosentrisme yang dapat menimbulkan rasisme, yaitu pengkategorisasian individu berdasarkan keadaan fisik eksternal mereka; warna kulit, rambut, struktur wajah, dan bentuk mata pada akhirnya mengarah pada perilaku prasangka diskriminatif.
Walaupun ada pula konflik konstruktif tetapi tetap diperlukan langkah antisipatif untuk mempersiapkan generasi muda agar mampu meminimalisir konflik dekstruktif, yang disosialisasikan melalui pendekaan pedagogik pada lembaga pendidikan formal, nonformal dan imformal. Pendekatan ini dipergunakan untuk membahas bagaimana mengasuh, membesarkan, dan mendidik melalui pendidikan multikultural. Dalam hal ini, ada dua hal penting yang perlu ditekankan, yaitu masalah didaktik dan metodik. Masalah didaktik perlu mendapat tekanan dalam tulisan ini dengan alasan bahwa didaktik merupakan bagian dari ilmu pendidikan yang membahas tentang cara membuat persiapan pembelajaran dan mengorganisir bahan pembelajaran.
Dalam tulisan ini, didaktik akan dikaitkan dengan bahan, materi, dan silabus, atau kurikulum dalam pendidikan multikultural, masalah metodik juga akan ditekankan di sini, karena metodik merupakan bagian dari ilmu pendidikan yang membahas tentang cara mengajarkan suatu mata pelajaran, sehingga dalam tulisan ini, metodik akan dikaitkan dengan manajemen dan strategis pembelajaran dalam pendidikan multikultural.
Dengan mempertimbangkan pendekatan pedagogik, serta didaktik dan metodik di atas, tulisan ini akan memfokuskan pembahasan pada 4 (empat) pokok bahasan. Keempat pokok bahasan tersebut adalah; (1) latar belakang pendidikan multikultural; (2) kurikulum pendidikan multikultural; (3) strategi dan manajemen pendidikan multikultural; serta (4) isi dan rekomendasi terhadap pendidikan multikutural. Keempat pokok bahasan tersebut dibahas secara berurutan.
Latar Belakang Pendidikan Multikultural
Indonesia, merupakan negara berpenduduk besar, dan merupakan negara yang multietnis dengan ragam budaya bahasa, primordial etnisitas, agama, gender dan kelas sosisal, berimplikasi terhadap keragaman latar belakang siswa dalam suatu lembaga pendidikan. Berdasarkan keragaman inilah pendidikan multikultural sangat diperlukan bahkan dapat dilakukan melalui konseling dan akan lebih baik apabila dilakukan sejak usia dini .
Pelaksanaan pendidkan multikultural tersebut dengan mempertimbangkan ke dalam lima aspek; (1) ketidakmampuan hidup secara harmoni; (2) tuntutan bahasa lain; (3) keragaman budaya; (4) pengembangan citra diri yang poistif; (5) kesetraan memperoleh pendidikan. Selain itu, pentingya pendidikan multikultural dilatarbelkangi oleh beberapa asumsi; (1) bahwa setiap budaya dapat berinteraksi dengan budaya lain yang berbeda, dan bahkan dapat saling memberikan kontribusi; (2) keragaman budaya dan interaksinya merupakan inti dari masyarakat dewasa ini; (3) keadilan sosial dan kesempatan setara bagi semua orang merupakan hak bagi semua warga negara; (4) distribusi kekuasaan dapat dibagi secara sama kepada semua kelompok etnis; dan (5) sistem pendidikan memberikan fungsi kritis terhadap kebutuhan kerangka sikap dan nilai demi kelangsungan masyarakat demokratis; serta (6) para guru dan para praktisi pendidikan dapat mengasumsikan sebuah peran kepemimpinan dalam mewujudkan lingkungan ynag mendukung pendidikan multikultural.
Kurikulum Pendidikan Multikultural
Dari aspek didaktik, kurikulum merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan multikultural. Tetapi sebelum dibahas tentang kurikulum pendidikan multikultural. Pembahasan tentang definisi dan tujuan ini penting dilakukan, dengan alasan bahwa pemahaman terhadap defnisi dan tujuan pendidikan multikultural ini dapat dijadikan unsur untuk merumuskan kurikulum pendidikan multikultural.
Multikultural yaitu budaya dari berbagai ras, agama dan struktur sosial termasuk perbedaan dalam tingkat ekonomi. Orang atau masyararakat yang mengaku bahwa beberapa budaya (kultur) yang berbeda dapat eksis dalam lingkungan yang sama dan menguntungkan satu sama lain disebut multikulturalisme. Sedangkan pendidikan multikutural adalah proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama).
Dari aspek konsep dan gerakannya, pendidikan multikultural dipahami sebagai ide yang memandang semua siswa tanpa memperhatikan gender dan kelas sosial, etnik, ras atau karakteristik kultural lainnya, dimana setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di kelas. Sedangkan dari aspek prosesnya, pendidikan multikultural dapat dipahami sebagai proses untuk mencapai tujuan agar kesetaraan pendidikan dapat dicapai oleh semua siswa.
Memperhatikan definisi dan tujuan pendidikan multikultural di atas, maka kurikulum pendidikan multikultural seharusnya berisi tentang materi-materi yang dapat menghadirkan lebih dari satu perspektif tentang fenomena kultural. Untuk menghadirkan keragaman perspektif kurikulum ini, dapat dilakukan dengan empat tahapan; (1) tahap kontribusi; (2) tahap penambahan; (3) tahap perubahan; dan (4) tahap aksi sosial. Apabila tahap kontribusi, kurikulum memfokuskan pada kebudayaan, maka pada tahap penambahan kurikulum memperkenalkan konsep dan tema baru. Apabila pada tahap perubahan, kurikulum memfasilitasi para siswa untuk melihat berbagai isu dan peristiwa perspektif budaya minoritas, maka pada tahap aksi sosial kurikulum mengajak siswa untuk memecahkan persoalan sosial akibat persepsi budaya dalam satu dimensi
Kurikulum sebagai silabus dapat dipahami dalam pengertian sejumlah pernyataan atau daftar pokok bahasan, bahan ajar, dan sejumlah mata pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini, kurikulum dimaknai sebagai kumpulan pengetahuan yang berbentuk mata pelajaran. Untuk memberikan pendidikan multikultural, sekolah atau guru perlu menelaah secara kritis tentang materi dan bahan ajar yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran, agar tidak terjadi berbagai macam bias.

Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural.
Dari aspek metodik, strategi dan manajemen pembelajaran merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural, dengan memperhatikan tiga faktor yaitu; (1) lingkungan fisik; (2) lingkungan sosial; dan (3) gaya pengajaran guru. Dalam pembelajaran siswa memerlukan lingkungan fisik dan sosial yang aman dan nyaman. Untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, guru dapat mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman serta musik. Guru memiliki pemahaman terhadap latar belakang budaya siswanya, akan menciptakan lingkungan fisik yang kondusif untuk belajar. Sedangkan lingkungan sosial yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui bahasa yang dipilih, hubungan simpatik atas siswa, dan perlakuan adil terhadap siswa yang beragam budayanya.
Selain lingkungan fisik dan sosial, siswa juga memerlukan gaya pengajaran yang menggembirakan. Menurut Gracia, gaya pengajaran guru merupakan gaya kepemimpinan atau teknik pengawalan yang dipergunakan guru dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, gaya kepemimpinan guru sangat berpengaruh bagi ada tidaknya peluang siswa untuk berbagi pendapat dan membuat keputusan. Sedangkan dengan gaya kepemimpinan guru berkisar pada otoriter, maka. tidak memberikan peluang kepada siswa untuk saling berbagai pendapat apa yang diajarkan guru kepada siswa untuk menentukan materi yang perlu dipelajari siswa . Sebaliknya, guru yang mempergunakan gaya kepemimpinan bebas menyerahkan sepenuhnya kepada siswa untuk menentukan materi pemebelajaran di kelas. Jadi untuk kelas yang siswanya beragam latar belakang budaya, akan lebih cocok apabila dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang demokratis.
Dengan strategi pembelajaran tersebut, para siswa akan merasa aman dan memiliki wawasan yang mendalam tentang adanya keragaman dalam kehidupan sosial. Bahkan siswa akan memiliki pengalaman nyata untuk melibatkan diri dalam mempraktikan nilai-nilai dari pendidikan multikultural dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan perilaku yang toleran, simpatik dan empatik pun pada gilirannya akan tumbuh pada diri setiap siswa. Dengan demikian proses pembelajaran yang difasilitasi guru yang tidak sekedar berorientasi pada ranah kognitif saja, melainkan juga pada ranah afektif dan psikomotorik sekaligus.
Isi praktis dan rekomendasi terhadap Pendidikan Multikultural
Isi materi pembelajaran pendidikan multikultural, antara lain yaitu membahas; (1) penghayatan terhadap makna bhineka tunggal ika; (2) keberagaman budaya; (3) keberagaman bahasa; (4) keberagaman agama; (5) keberagaman adat istiadat; (6) keberagaman agama dan kepercayaan; (7) masalah pentingnya toleransi; (8) masalah pentingnya saling menghargai; (9) masalah pentingnya saling menghormati; (10) musyawarah; (11) tepo seliro (instrospeksi diri); (12) menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman budaya; (13) menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat; (14) keberagaman tempat ibadat; (15) cara ibadah; (16) keragaman seni budaya; dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa pendidikan multikultural menemukan relevansinya untuk konteks Indonesia. Pendidikan multikultural sudah saatnya untuk disambut oleh para pengambil kebijakan dan para parkatisi pendidikan. Sebagai sebuah konsep, pendidikan multikulural sejalan dengan semangat semboyan bangsa Indonesia’ Bhineka tunggal Ika.” Semboyan yang adil sebagai bentuk nyata dalam multikulturalisme yang demokratis.
Sebagai konsep, pendidikan multikultural juga sejalan dengan semangat Undang-undang Sistem Pendidikan nasional tahun 2003. Salah satu diktum dari undang-undang tersebut menyebutkan bahwa pendidikan nasional meletakan salah satu prinsipnya; ”bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kuktural, dan kemajemukan bangsa.” Diktum ini menunjukan bahwa pendidikan nasional sangat terbuka dengan konsep pendidikan multikultural, dan dapat diterapkan di mana pun baik di lembaga formal, nonformal maupun informal.

Komentar

Postingan Populer