Menimbang Api Sejarah... Oom Somara
Menimbang Api Sejarah
Oom Somara*
Buku API SEJARAH yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara pertama kali terbit pada bulan Juli 2009 oleh penerbit Salamadani Pustaka Semesta. Sebelumnya beberapa isi dari buku ini telah dibicarakan dalam berbagai forum oleh penulisnya yang juga aktif sebagai penceramah. Tiga bulan berikutnya, Oktober 2009 buku ini dicetak ulang.
Buku ini juga banyak dibedah dan dibicarakan dengan sekaligus menghadirkan penulisnya. Bedah buku paling akhir di bulan Februari ini berlangsung di Gedung Landmark, Braga, 17 Februari yang diselenggarakan bersamaan dengan Pesta Buku Bandung 2010. Pada 25 Februari 2010 diseminarkan di Pesantren Ar Rahmat, Weragati Majalengka.
Karena isinya juga menceritakan berbagai lembaga yang kini dikenal sebagai ormas Islam, buku ini juga banyak dibedah yang penyelenggaranya adalah ormas tersebut. Pada 25 Februari 2010 diseminarkan di Pesantren Ar Rahmat, Weragati Majalengka. Saya diminta untuk menjadi pembicara pembanding. Hadir dalam acara ini Ahmad Mansyur Suryanegara sebagai penulis buku dan 2 pembanding lain yang diwakili KH. Tajuddin dan Kiayi Hassan Maarif.
Naskah Jilid 2 hilang
Pada sebuah acara di Gedung Juang 45, bertempat di kota Sukabumi, Jawa Barat yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Islam terjadi sebuah peristiwa hilangnya naskah buku API SEJARAH jilid 2. Naskah itu berisi draft buku lanjutan dari Api Sejarah yang mengungkap keaslian tabir sejarah perjalanan bangsa Indonesia dan rekam jejak aktivis Islam.
Peristiwa di hari Rabu, 9 Desember 2009 itu banyak diekspos media, termasuk kantor berita Antara. Dalam sebuah wawancara Ahmad Mansur menyatakan kemungkinan pencurinya adalah dari kelompok Islam garis keras yang tidak menyukai terbitnya buku Api Sejarah.
Pencurian itu terjadi karena sang penulis sibuk menandatangani buku API SEJARAH atas permintaan peserta bedah buku sementara naskah jilid 2 tergeletak diatas meja. Namun pihak penerbit Salamadani pada acara di Ar Rahmat menyatakan bahwa tak akan lama lagi akan segera terbit jilid 2 tanpa menjelaskan apakah naskah itu sudah kembali ditemukan atau tidak.
Sejarah sebagai laboratorium
Sejarah adalah laboratorium bagi ilmu-ilmu sosial. Diyakini bahwa dengan sejarah dan dalam sejarahlah seluruh variabel kehidupan manusia tercakup dan ditemukan. Hingga tidak heran muncul ungkapan jangan sekali-sekali melupakan sejarah, yang menunjukkan betapa pentingnya sesuatu yang disebut sejarah.
Para ahli yang menggumuli sejarah senantiasa berupaya untuk mengetahui serta memahami sebuah peristiwa atau sebuah kejadian meliputi kapan hal itu terjadi, bagaimana hal itu terjadi, apa yang sesungguhnya terjadi serta mengapa hal itu bisa terjadi. Tentu saja, pertanyaan-pertanyaan itu dalam berbagai perspektif akan dapat berlainan satu sama lain dalam hal jawaban-jawaban yang ditemukan dan dikemukakan, hingga dipaparkan dan disajikan sebagai fakta, oleh para ahli sejarah tersebut. Kadang-kadang muncul kontroversi yang bagi sejarah yang memiliki kekhasan maka al tersebut adalah sangat mungkin, tergantung bagaimana seorang ahli menafsirkan sebuah peristiwa.
Perbedaan sudut pandang
Perbedaan penafsiran seperti itu adalah lazim, berlaku umum dan sangat wajar, karena layaknya seorang spesialis, ahli sejarah memiliki kecenderungan untuk melihat persoalan secara sempit. Seorang spesialis biasa terkurung dalam lingkaran kajiannya. Pada titik inilah Ahmad Mansur berada.
Ahmad Mansur berupaya keras menampilkan berbagai fakta dari mula berawalnya Kehidupan para Nabi dan berbagai ekspedisi damai Islam ke berbagai belahan dunia, pun hingga ke Nusantara. Bagi Ahmad Mansur upaya mengungkap sejarah ini adalah sebagai Amanat Pejuang Islam, dari sinilah akronim API ini terdefinisikan.
Buku setebal 600 halaman ini menampilkan berbagai fakta mencengangkan tentang peran besar para tokoh ulama Islam semacam Walisongo, Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin hingga Patimura dan Sisingamangaraja yang diyakini beragama Islam. Uniknya fakta-fakta itu disertai gambar, termasuk Prabu Siliwangi yang ditasbihkan sebagai seorang Muslim!
Tak ada Api Islam
Dari sekitar 254 buku sumber yang menjadi rujukan Ahmad Mansur, ternyata tak ada buku The Spirit of Islam, karya Syeed Ameer Ali. Buku yang monumental ini diterjemahkan dengan judul API ISLAM, judul yang bukan saja mendekati tetapi sudah identik dengan Api Sejarah. Apakah ada kesengajaan? Tetapi menjadi mustahil bila Ahmad Mansur TIDAK mengenal buku ini.
Juga untuk menjelaskan gerakan Wahabi yang atas bantuan asing, Anglikan Inggris dan Amerika, untuk menggulingkan raja Husein dan putranya raja Ali ( kekhalifahan Turki Usmani yang ahlus sunah wal jamaah ) tidak didukung sumber yang relevan. Dalam tulisan Muhammad Abdullah Sindi, The Britain and The Rise of Wahabism and The House of Saud, disana jelas-jelas tertulis bahwa Abdul Wahab adalah asuhan Inggris sebagaimana terlampir dalam memoir Hempher, The British Spy to The Midle East.
Pembaca khususnya dan dunia Islam umumnya tak kunjung mengerti mengapa Arab Saudi diam saja terhadap Palestina yang dikakaya Israel. Sebelum kudeta Wahabiah itu, Palestina termasuk wilayah dalam kekuasaan Islam.
Kemesraan Arab yang Saud dengan Inggris dan Amerika juga tergambar dengan jelas pada buku Robert Lacey, The Kingdom yang terbit pada tahun 1981. Dari buku inilah terbit istilah negara petrodolar saat negeri padang pasir itu menemukan emas hitam.
Dualisme Karya
Pada pengantar buku ini disebut bahwa buku ini adalah upaya penulisan ulang dari R.K.H Abdullah bin Nuh. Dan karena perlu dihadirkan kembali kepada pembaca dengan melengkapi faktanya disertai dengan penafsiran baru serta diperluas batasan waktunya, maka hadirlah buku ini. Nawaitu ini perlu digarisbawahi. Lebih tepatnya, dicurigai.
Pertama, pembaca tidak diberi tahu, mana tulisan Abdullah bin Nuh dan mana yang Ahmad Mansur. Banyaknya catatan kaki serta keterangan gambar tidak juga membantu pembaca pada batasan itu. Malahan biodata penulis serta tulisan makalah yang dipublikasikan, dan sama sekali tidak berhubungan dengan topik bahasan, mengalahkan daftar pustaka.
Kedua, jika ya bahwa ini adalah tulisan Abdullah bin Nuh, semestinya namanya juga ditulis. Penulisan sebuah buku oleh 2 orang atau lebih bukan hal yang tabu. Namun disini malah ada upaya pemakzulan atas karya orang lain.
Di tengah isyu maraknya plagiarisme yang menimpa dunia ilmu di negeri kita, dengan dipicu terbongkarnya tulisan di The Jakarta Post atas karya guru besar Unversitas Parahyangan, dituntut kita waspada dan ekstra hati-hati dengan hal ini.
Alakulihal, saya senang dengan buku API SEJARAH ini.
* Penulis adalah alumni Sejarah IKIP Jakarta, Peserta Program Pasca Sarjana IKIP Bandung ( tidak selesai ). Mengelola Rumah Baca Pustaka Kemucen Rajagaluh, dan kini Pelaksana Harian pada Karya Waluya Foundation, Jatiwangi.
**Makalah Pembanding Buku API SEJARAH karya Ahmad Mansur
Oom Somara*
Buku API SEJARAH yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara pertama kali terbit pada bulan Juli 2009 oleh penerbit Salamadani Pustaka Semesta. Sebelumnya beberapa isi dari buku ini telah dibicarakan dalam berbagai forum oleh penulisnya yang juga aktif sebagai penceramah. Tiga bulan berikutnya, Oktober 2009 buku ini dicetak ulang.
Buku ini juga banyak dibedah dan dibicarakan dengan sekaligus menghadirkan penulisnya. Bedah buku paling akhir di bulan Februari ini berlangsung di Gedung Landmark, Braga, 17 Februari yang diselenggarakan bersamaan dengan Pesta Buku Bandung 2010. Pada 25 Februari 2010 diseminarkan di Pesantren Ar Rahmat, Weragati Majalengka.
Karena isinya juga menceritakan berbagai lembaga yang kini dikenal sebagai ormas Islam, buku ini juga banyak dibedah yang penyelenggaranya adalah ormas tersebut. Pada 25 Februari 2010 diseminarkan di Pesantren Ar Rahmat, Weragati Majalengka. Saya diminta untuk menjadi pembicara pembanding. Hadir dalam acara ini Ahmad Mansyur Suryanegara sebagai penulis buku dan 2 pembanding lain yang diwakili KH. Tajuddin dan Kiayi Hassan Maarif.
Naskah Jilid 2 hilang
Pada sebuah acara di Gedung Juang 45, bertempat di kota Sukabumi, Jawa Barat yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Islam terjadi sebuah peristiwa hilangnya naskah buku API SEJARAH jilid 2. Naskah itu berisi draft buku lanjutan dari Api Sejarah yang mengungkap keaslian tabir sejarah perjalanan bangsa Indonesia dan rekam jejak aktivis Islam.
Peristiwa di hari Rabu, 9 Desember 2009 itu banyak diekspos media, termasuk kantor berita Antara. Dalam sebuah wawancara Ahmad Mansur menyatakan kemungkinan pencurinya adalah dari kelompok Islam garis keras yang tidak menyukai terbitnya buku Api Sejarah.
Pencurian itu terjadi karena sang penulis sibuk menandatangani buku API SEJARAH atas permintaan peserta bedah buku sementara naskah jilid 2 tergeletak diatas meja. Namun pihak penerbit Salamadani pada acara di Ar Rahmat menyatakan bahwa tak akan lama lagi akan segera terbit jilid 2 tanpa menjelaskan apakah naskah itu sudah kembali ditemukan atau tidak.
Sejarah sebagai laboratorium
Sejarah adalah laboratorium bagi ilmu-ilmu sosial. Diyakini bahwa dengan sejarah dan dalam sejarahlah seluruh variabel kehidupan manusia tercakup dan ditemukan. Hingga tidak heran muncul ungkapan jangan sekali-sekali melupakan sejarah, yang menunjukkan betapa pentingnya sesuatu yang disebut sejarah.
Para ahli yang menggumuli sejarah senantiasa berupaya untuk mengetahui serta memahami sebuah peristiwa atau sebuah kejadian meliputi kapan hal itu terjadi, bagaimana hal itu terjadi, apa yang sesungguhnya terjadi serta mengapa hal itu bisa terjadi. Tentu saja, pertanyaan-pertanyaan itu dalam berbagai perspektif akan dapat berlainan satu sama lain dalam hal jawaban-jawaban yang ditemukan dan dikemukakan, hingga dipaparkan dan disajikan sebagai fakta, oleh para ahli sejarah tersebut. Kadang-kadang muncul kontroversi yang bagi sejarah yang memiliki kekhasan maka al tersebut adalah sangat mungkin, tergantung bagaimana seorang ahli menafsirkan sebuah peristiwa.
Perbedaan sudut pandang
Perbedaan penafsiran seperti itu adalah lazim, berlaku umum dan sangat wajar, karena layaknya seorang spesialis, ahli sejarah memiliki kecenderungan untuk melihat persoalan secara sempit. Seorang spesialis biasa terkurung dalam lingkaran kajiannya. Pada titik inilah Ahmad Mansur berada.
Ahmad Mansur berupaya keras menampilkan berbagai fakta dari mula berawalnya Kehidupan para Nabi dan berbagai ekspedisi damai Islam ke berbagai belahan dunia, pun hingga ke Nusantara. Bagi Ahmad Mansur upaya mengungkap sejarah ini adalah sebagai Amanat Pejuang Islam, dari sinilah akronim API ini terdefinisikan.
Buku setebal 600 halaman ini menampilkan berbagai fakta mencengangkan tentang peran besar para tokoh ulama Islam semacam Walisongo, Diponegoro, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin hingga Patimura dan Sisingamangaraja yang diyakini beragama Islam. Uniknya fakta-fakta itu disertai gambar, termasuk Prabu Siliwangi yang ditasbihkan sebagai seorang Muslim!
Tak ada Api Islam
Dari sekitar 254 buku sumber yang menjadi rujukan Ahmad Mansur, ternyata tak ada buku The Spirit of Islam, karya Syeed Ameer Ali. Buku yang monumental ini diterjemahkan dengan judul API ISLAM, judul yang bukan saja mendekati tetapi sudah identik dengan Api Sejarah. Apakah ada kesengajaan? Tetapi menjadi mustahil bila Ahmad Mansur TIDAK mengenal buku ini.
Juga untuk menjelaskan gerakan Wahabi yang atas bantuan asing, Anglikan Inggris dan Amerika, untuk menggulingkan raja Husein dan putranya raja Ali ( kekhalifahan Turki Usmani yang ahlus sunah wal jamaah ) tidak didukung sumber yang relevan. Dalam tulisan Muhammad Abdullah Sindi, The Britain and The Rise of Wahabism and The House of Saud, disana jelas-jelas tertulis bahwa Abdul Wahab adalah asuhan Inggris sebagaimana terlampir dalam memoir Hempher, The British Spy to The Midle East.
Pembaca khususnya dan dunia Islam umumnya tak kunjung mengerti mengapa Arab Saudi diam saja terhadap Palestina yang dikakaya Israel. Sebelum kudeta Wahabiah itu, Palestina termasuk wilayah dalam kekuasaan Islam.
Kemesraan Arab yang Saud dengan Inggris dan Amerika juga tergambar dengan jelas pada buku Robert Lacey, The Kingdom yang terbit pada tahun 1981. Dari buku inilah terbit istilah negara petrodolar saat negeri padang pasir itu menemukan emas hitam.
Dualisme Karya
Pada pengantar buku ini disebut bahwa buku ini adalah upaya penulisan ulang dari R.K.H Abdullah bin Nuh. Dan karena perlu dihadirkan kembali kepada pembaca dengan melengkapi faktanya disertai dengan penafsiran baru serta diperluas batasan waktunya, maka hadirlah buku ini. Nawaitu ini perlu digarisbawahi. Lebih tepatnya, dicurigai.
Pertama, pembaca tidak diberi tahu, mana tulisan Abdullah bin Nuh dan mana yang Ahmad Mansur. Banyaknya catatan kaki serta keterangan gambar tidak juga membantu pembaca pada batasan itu. Malahan biodata penulis serta tulisan makalah yang dipublikasikan, dan sama sekali tidak berhubungan dengan topik bahasan, mengalahkan daftar pustaka.
Kedua, jika ya bahwa ini adalah tulisan Abdullah bin Nuh, semestinya namanya juga ditulis. Penulisan sebuah buku oleh 2 orang atau lebih bukan hal yang tabu. Namun disini malah ada upaya pemakzulan atas karya orang lain.
Di tengah isyu maraknya plagiarisme yang menimpa dunia ilmu di negeri kita, dengan dipicu terbongkarnya tulisan di The Jakarta Post atas karya guru besar Unversitas Parahyangan, dituntut kita waspada dan ekstra hati-hati dengan hal ini.
Alakulihal, saya senang dengan buku API SEJARAH ini.
* Penulis adalah alumni Sejarah IKIP Jakarta, Peserta Program Pasca Sarjana IKIP Bandung ( tidak selesai ). Mengelola Rumah Baca Pustaka Kemucen Rajagaluh, dan kini Pelaksana Harian pada Karya Waluya Foundation, Jatiwangi.
**Makalah Pembanding Buku API SEJARAH karya Ahmad Mansur
Great! Excelent!!
BalasHapus