Kisah Kepsek yang Merangkap Profesi Sebagai "Pemulung"



Pahlawan Lingkungan Hidup Majalengka

Drs. H. Syamsul Maarif,M.Pd


Kepsek yang Merangkap Profesi Sebagai "Pemulung"


"Ia adalah kepala sekolah. Setelah selesai bertugas ia menyingsingkan lengan baju, mengolah sampah plastik menjadi plastik bahan biji plastik daur ulang. Ia berhasil mengolah sampah plastik sebanyak 2 ton per bulan sehingga tingkat kerusakan lingkungan Majalengka akibat sampah akhirnya bisa berkurang. Majalengka mendapatkan ADIPURA juga tak lepas dari kiprahnya di bidang itu"


Siapa kepala sekolah di Majalengka yang jarang naik mobil ? Jawabannya pasti Drs.H. Syamsul Maarif,M.Pd. yang kini menjabat Kepala SMPN 2 Dawuan. Ia memang sangat jarang menggunakan mobil (kendaraan roda empat)  dalam kesehariannya. Selain karena rumahnya masuk ke gang yang tidak bisa dilalui kendaraan beroda empat juga karena ia lebih menyukai sepeda motor, yangf menurutnya praktis. Dengan menggunakan motor Vixion miliknya, ia selalu menancap gas jika sedang berada di jalan raya. Ia termasuk pengendara sepeda motor yang tidak tertandingi oleh sesama kepala sekolah di Majalengka. Akan tetapi ketika menghadapi anak sulungnya yang menjadi pembalap, ia menangis-nangis supaya anaknya berhenti balapan.
            Anak sulungnya Reza Bima Kusumadilaga kini kuliah di Yasika. Reza sudah dilarang keras oleh H. Syamsul untuk balapan lagi. Untuk meluluhkan hati anaknya itu, H. Syamsul memberikan kesempatan kepada Reza untuk berbisnis pulsa dan didirikanlah sebuah konter di bilangan Sinarjati Dawuan. Atas perhatian besar H. Syamsul, usaha pulsa anaknya itu berkembang baik. Maka H. Syamsul pun merasa lega. Ia mengaku tidak lagi was-was, cemas, dan gelisah seperti pernah dialaminya beberapa waktu ke belakang.
            Anak keduanya, Rangga Buana Wiralodra, kini masih kuliah di STAIN Cirebon. Rangga mengambil jurusanb Ekonomi Syariah. H. Syamsul memberi nama Wiralodra karena cukup terkesan dengan cerita-cerita wayang. "Dahulu saya suka sekali nonton wayang. Kalau lagi nonton, saya suka pakai sarung...Andepong di sudut panggung !" Katanya sambil tertawa lebar. Lalu anak ketiganya, Aditiar Praja Cakra Udaksana, kini masih berstatus sebagai pelajar SMK Ar Rahmat di Weragati Palasah dan anak bungsunya Nisa Nurril`ain masih duduk di bangku SDN Sinarjati III.
            Tak puas dengan membesarkan anak kandung, H. Syamsul membesarkan tujuh anak angkatnya. Lima dari tujuh anak angkatnya itu adalah kerabatnya sendiri dari pihak istrinya. Anak angkatnya Junaedi kini sudah menjadi pegawai PKH Departemen Sosial. Anak angkat keduanya Nur Irani sudah menikag. Anak angkat ketiganya Ninis Yulianingsih kini berada di Manado menjadi Polhut di sana. Tiga lagi yaitu Irfan Firdaus, Muhammad Fahmi Priatna dan Peri. Anak angkat yang disebut terakhir adalah anak angkat pembawa petaka bagi H. Syamsul. Bukannya berterima kasih kepada H. Syamsul yang sudah menganggapnya anak sendiri, Peri malah nyolong asset perusahaan H. Syamsul berupa mesin pengolah limbah plastik andalan perusahaan H. Syamsul sehingga laju usaha pabrik menjadi mati karena tidak berproduksi. Sebelum mesin itu dicuri anak angkatnya, H. Syamsul Maarif rutin  mengolah sampah plastik menjadi plastik bahan biji plastik daur ulang. Ia berhasil mengolah sampah plastik sebanyak 2 ton per bulan sehingga tingkat kerusakan lingkungan Majalengka akibat sampah akhirnya bisa berkurang. Majalengka mendapatkan ADIPURA juga tak lepas dari kiprahnya di bidang itu. Ia mengerahkan anggota masyarakat yang kurang beruntung untuk berprofesi sebagai pemulung plastik. Ia membeli plastik dari pemulung lalu diolah dan dijual ke bandar di Sumberjaya.
            "Saya di sini membina warga di sekitar rumah untuk memberdayakan diri. Sampah di sekeliling kita jika dimanfaatkan maka akan menjadi sumber penghasilan yang menguntungkan bagi mereka. Saya terpanggil untuk memelopori saat itu sehingga akhirnya bisa seperti sekarang ini !" katanya beberapa waktu lalu. H. Syamsul memang dihubungi beberapa kali. "Bagi saya usaha di bidang pengolahan limbah plasti memang dianggap aneh oleh orang lain. Kata mereka, sudah jadi kepala sekolah kok masih mau kerja bisnis sampah  ha..ha...ha...!" Ujarnya berkisah.
            H. Syamsul Maarif secara ekonomi memang sudah mencukupi. Selain karena sudah mendapatkan penghasilan yang lebih dari cukup sebagai kepala sekolah, istrinya Hj. Etty Hernayati,S.Pd juga seorang guru di SMPN 1 Kasokandel sehingga keluarganya termasuk keluarga dengan ekonomi mapan. Akan tetapi ada satu hal yang membuat keluarga ini tidak kapok menyayangi orang lain yaitu pengalaman masa lalu istrinya di mana ayah Hj. Etty atau mertua H. Syamsul Maarif adalah seorang anak angkat dari seorang bangsawan di jaman Belanda.  Akibat selalu terkenang oleh pengalaman hidup ayah mertuanya itu, H. Syamsul Maarif ingin membahagiakan hati istrinya untuk mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus bergerak di bidang  pengasuhan anak-anak terlantar."Kalau ada anak terlantar yang butuh pertolongan silahkan hubungi saya. Anak itu akan saya asuh dengan penuh kasih sayang !" katanya serius. ***

Komentar

Postingan Populer