Iklan

ABISASTRA PHOTOGRAPHY The Art of Photography

Rabu, 22 April 2015

Cerita Roman Lia Septiana : Cintaku Pergi dan Kembali

 CINTAKU PERGI DAN KEMBALI


Hari ini malam yang sangat sunyi , segalannya hanya milik dia Sang Maha

Pecinta Alam. Dalam usaha yang terus berusaha melihat bintang-bintang yang tak

dapat aku hitung dan bulan yang hanya terhitung ada satu di langit gelap di atas sana.

Bersama dengan bunyi alunan lagu yang aku nyanyikan liriknya , sampai mencapai

volume 3. Lirik dan melodinya sangat menyentuh dan asyik untuk di dengar. Dengan

Hand Phone berukuran hampir sama dengan korek api pemberian dari Ayahku khusus

untuk sms dan telepon saja, terdengar irama yang sangat menarik jika ditambah

dengan tarian-tarian motivasi yang membangun setiap orang yang mendengarnya.

Memang kadang kalau terlalu sering dilakukan, pasti akan merasa bosan didengarnya.

Tak apalah, lain kali akan ada dia yang datang untuk selalu menghibur dan menemani

aku disini. Dan inilah sebuah trik menghilangkan rasa sepi yang sering terulang.

Kata demi kata aku ucapkan dalam bahasa Indonesia yang tidak baku, untuk

menghibur diri yang terbiasa sunyi. Karena seseorang yang aku sayangi dan aku

tunggu sedang belajar mencari ilmu di Negeri Singa. Sekarang, sapu tangan yang aku

pegang adalah sapu tangan pemberian dia yang selalu tersimpan di laci meja

belajarku. Semoga hari yang sering aku mimpikan dengannya itu cepat terjadi, dimana

kita akan melanjutkan kisah kita untuk bersama hidup selama-lamanya dalam satu

kehidupan yang tersusun dengan Cinta juga kasih sayang. Buruknya komunikasi yang

aku lakukan dengan dia, tidak membuat kami terputus begitu saja. Dua hati kami selalu

menjadi satu sambil terpisah dengan berbeda Negara.

Namaku adalah Naya kepanjangan dari Naya Sudarna. Aku hidup di keluarga

yang setengah bahagia, akibat keluarga kami yang jarang berkumpul atau bertemu

bersama. Kemudian Ayahku namanya terdapat di bagian belakang namaku yaitu

Sudarna. Sama seperti Kakak ku yaitu Vino Sudarna. Berikutnya Ibuku , Bu Lestari

Sudarna yang pasti aku sangat sayang sekali dengan ibu, karena siapapun jika

seseorang sedang merasa sedih kemudian langsung memeluk ibunya , maka sedih itu

akan cepat hilang. Hati dan persaan ini pun terasa tenang dan hangat. Bagaimanapun

hati seorang anak perempuan yang bersedih tanpa diketahui siapapun Ibu pasti akan

merasakannya dengan batin seorang anak dan ibu yang selalu menyatu satu sama

lain. Dan Bi Tuti dia pembantu di rumahku yang sangat setia, bahkan ayah dan ibu

sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Sungguh aku sangat sayang dengan

keluarga ku ini walaupun menjadi keluarga kecil. Yang di selimuti dalam kemewahan.

Ayahku yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang pengusaha pertambangan.

Dan ibu sebagai seorang pengusaha Restoran . Juga kak vino yang sibuk dengan

sekolah SMA sampai akhirnya dia lebih memilih untuk tinggal di Bandung, dan

sekarang kuliah di Unpad Bandung . Pulangpun cuman diberi waktu setahun sekali

selama 1 bulan penuh. Aku bersekolah di SMA PELITA , aku duduk di bangku kelas

XI, aku juga mempunyai seorang teman dekat namannya Bella Shopia , dia sebangku

denganku di kelas XI IPA V.

Di pagi hari ini Matahari penuh cahaya sangar dan tajam menusuk

penglihatanku jika terlihat lebih lama akan bermasalah dan sepertinya lebih cepat

muncul dari hari-hari sebelumnya dan mulai memunculkan sinarnya yang di siang hari

akan semakin terik ke puncaknya. Seperti biasanya Ayah dan Ibu sedang berada di

luar Kota, mereka masih sibuk masing-masing dengan pekerjaan yang tiap harinya

tidak ada waktu untuk bertemu denganku dan berkumpul. Kadang-kadang aku merasa

kesepian, orang-orang yang dulu selalu di berada di dekatku satu persatu mulai

menghilang karena kesibukan yang begitu padat dan tidak bias ditinggalkan. Jadi, di

rumah  hanya ada aku dan Bi tuti. Dan Saat ini Bi Tuti sedang sibuk menyiapkan

sarapan untukku.

“Bi Naya sudah memakan roti dan susunya. Naya mau berangkat sekolah dulu.

Soalnya sudah mau telat !” ucapku.

“Ya non. Hati-hati.” Jawab Bi tuti.

“Yah Bi.” Balas Ku.

Setiap berangkat ke sekolah, aku selalu membawa mobil dan menyetir  sendiri,

semenjak dari kelas 1 sampai sekarang aku tak menginginkan seorang supir pribadi.

Ayahpun tak pernah melarang keinginanku Ayah selalu mengerti apa yang selalu aku

inginkan. Ibu juga selalu setuju, dan tetap mendukungku dari belakang.

Mobil ini pun melaju dengan cepat dan akhirnya sampai ke sekolah. Sepatu Hitam,

menurutku baju ku sudah terlihat sangat  rapih, berpakaian pendek, tas berwarna

hitam adalah warna kesukaanku dan terdapat ikat rambut yang mengikat melingkari ke

seluruh bagian rambutku.

“Nay tunggu ?” ucap seseorang memanggilku dan ternyata itu Bella.

“Ya.” Balasku.

“Nay ada kabar gembira nih! And pagi yah?” ucap Bella.

“Kabar apa? Paling-paling kamu bergosip lagi.Yah pagi juga.”Balasku.

“Ini lebih dari gosip Nay.” Ucap Bella.

“Terus..” Balasku.

“Nanti aja ceritanya, sekarang bel sudah berbunyi.” Ucapku sambil menarik tangan

Bella menuju kelas.

Hari ini jam pertama adalah pelajaran kimia selama 4 jam. Menurut teman-

teman di kelas pelajaran Kimia adalah pelajaran yang membuat kami sekelas pusing 7

keliling. Bahkan saat ulangan dan hasilnya sudah di bagikan banyak yang kena

remedial. Alhasil aku juga pernah merasakan remedial.

Akhirnya jam istirahatpun tiba. Belpun baru saja berbunyi.

“Nay pengen ngelanjutin pembicaraan kita  yang tadi pagi?” ucap Bella.

“Terserah, akan aku dengarkan.” Balasku.

“Tapi lebih baik kita ngobrolnya di kantin saja, biar lebih afdol. Laperrr nih!” ucap Bella.

“Hmm…yah terserah kamu.” Balasku.

Sesampainya di kantin, kami duduk di bagian bangku paling pojok. Yang pasti di kantin

ini ada Geng Tiara Angelita.

“Ikh..Nay. Coba kamu lihat ada Geng rumput tengil tuh!” ucap Bella.

“Udahlah ngga usah urusin mereka. Siapa suruh kita harus ke kantin.” Balasku.

Tiara dari Pemimpin Geng tersebut langsung berdiri.

“Hey Girl’s All…Coba kalian lihat sebentar lagi bakal ada seseorang yang paling keren

and cakep plus pintar yang pindah ke sekolah kita dan bakalan datang ke kantin kita ini

sekarang!” Ucap Tiara dengan nada suara yang tinggi.

“Memangnya siapa Tiara?” Tanya salah seorang siswi.

“Hm….,kalian belum tahu. Sayang banget deh!” Jawab Tiara.

Aku sendiri tidak terlalu memperhatikan dan tidak mendengar jelas apa yang

dikatakan Tiara itu. Dan Bella sepertinya sangat menyesal harus berada di kantin ini

bersama Tiara dan anggotanya. Mau bagaimana lagi semuanya sudah terjadi, Kalau

aku si lebih baik tidak memperdulikan mereka, tidak ada manfaatnya kenal dengan

Tiara dan anggotanya itu.

“Ikh..jiji Nay dengerin suara tuh anak. Nay..nay..coba kamu lihat?” ucap Bella sambil

memukul pelan ke bahuku. Tapi lumayan menekan.

“Apa si ganggu aja. Lagi rame nih twitter akunya.” Balasku hanya mengotak-ngotek

“Udah tinggal dulu aja Nay Handphone kamu? Ini lebih penting dari Handphone kamu.”

Ucap Bella sambil mengoyang-goyang tanganku.

Saat aku sudah mengangkat kepalaku dan menaruh handphone di meja, aku

melihat seseorang yang datang ke kantin ini. Sungguh saat itu sangat menyakitkan, tak

sepantasnya dia untuk berada disini. Kenapa dia muncul di saat aku sudah tak perlu

lagi mengenalnya.

“Bell..sebaiknya kita segera pergi?” Ajakku sambil menarik tangan bella dengan

Dalam fikiranku saat ini. Aku lebih baik tidak bertemu dengan dia, biarkan dia

tak melihatku , dan biarkan Tiara juga anggotanya mendekati dia.

Saat ini aku lebih memilih untuk duduk diam sendiri di halaman samping sekolah yang

sedikit sepi. Suasana yang seperti ini yang bisa menenangkan hatiku, sementara itu

aku meninggalkan Bella di kelas. Bellapun  sangat mengerti perasaanku ini, dia tahu

semuanya. Dan Bella adalah Sahabat yang sangat dipercaya. Perasaan sedih

semuanya aku rasakan . Sebenarnya hati ini sakit saat melihatnya kembali, benar-

benar tak tau malu dia datang kesini dan akupun tidak setuju jika sekarang dia harus

berada di sekolah yang sama denganku.

“Apa kabar?” Tanya seseorang.

Sepertinya aku mengenal suara ini sebelumnnya, aku mulai mengangkat kepalaku dan

melihat seseorang tepat berada di hadapanku.

Aku cuman bisa diam tak ada ekspresi yang bisa aku perlihatkan.

“Sebenarnya ada yang mau aku bicarakan denganmu Nay?” Tanya seseorang

tersebut dengan nada tinggi yang lembut.

“Tak seharusnya kamu sekarang berada dihadapanku, benar-benar tak tau malu

kamu.” Jawabku kasar.

“Aku benar-benar minta maaf Nay?” Balas seseorang yang bernama Rezqi.

Rezqi kemudian langsung memegang tanganku.

“Lepasin Rez!” balasku.

Seperti ada suara sepatu yang sangat keras mengesekanya ke tanah dan suaranya

semakin dekat  datang mendekati kami berdua.

“Heh..Lepas! Ngapain sih kamu pegang tangannya Rez.” Ucap Tiara yang tiba-tiba

muncul sambil membentakku dan mencoba melepaskan tangan Rezqi yang sedang

memegangku dengan erat.

Kemudian aku langsung berlari meninggalkan mereka. Ekspresiku pada saat itu

terasa bercampur aduk di selimuti perasaan sedih. Dan Aku tak terlalu memikirkan

perkataan Tiara.

“Nay kamu kenapa?” Tanya salah siswi kaka kelasku.

Ternyata air mata ini sedikit terjatuh, aku tak membalas pertannyaan dari kaka

kelasku. Aku hanya dapat berlari untuk menghilangkan rasa kesalku ini dan  kemudian

akhirnya sampai hati ini merasa puas.

Akupun berlari menuju kelas, aku berusaha menghapus air mata ini agar yang lain

tidak melihatku seperti ini. Tak sepantasnya air mata ini terjatuh untuk dia, rasa sedih

ini harus secepatnya aku singkirkan. Dia juga sudah bukan siapa-siapa aku lagi. Dia

hanya sebuah masalalu kering yang tak perlu aku siram.

“Nay tadi Rezqi menemuiku. Dia menanyakan, tadi kamu dimana?” Ucap Bella.

“Sudahlah, lain kali kalau dia bertanya kembali bilang saja tidak tahu.” Balasku

Sampai bel pulang berbunyi Bella tak tahu, kalau sebenarnya aku  sempat menangis.

Tapi semua itu sudah aku tutupi dengan senyuman yang selalu aku berikan di

hadapan Bella.

Pagi ini semua badanku terasa lemas sekali, semua peralatan sekolah sudah aku

siapkan sejak tadi malam jadi aku hanya tinggal berangkat.

“Non ada Mas…mas..!” Ucap Bi Tuti.

“Mas siapa Bi..?” Tanya ku.

“Itu yang dulu.. banget pernah kesini, Tapi Bibi lupa namanya Non.” Jawab Bi Tuti.

“Siapa yah?” Tanyaku kembali.

Aku pun langsung turun tangga.

Seperti ada yang mengganjal di pikiranku ini,Tapi apa? Setiap hentakan sepatuku dan

langkahan kakiku menahan untuk menuju ruang depan.

Setelah aku membukakan pintu. Tak disangka sekarang Rezqi berada didepan pintu

“Ngapain kamu kesini?” Tanyaku sinis.

“Aku Cuma mau menjemput kamu Nay.” Jawab Rezqi, sambil tersenyum.

“Aku bisa berangkat sendiri.” balas ku.

“Nay pliz…,aku mohon kali ini aja!” Balas Rezqi.

“Ngga ada gunanya kamu memohon.” Jawab Ku.

“Nay! Aku benar-benar mengaku salah tolong maafin aku?” Balas Rezqi sambil

Aku masih berfikir berulang-ulang untuk menerimanya kembali. Setelah aku berfikir

sepertinya aku harus berkata yang memang tak pantas aku ucapkan.

“Baik, Kalau kamu memaksa. Ini untuk yang terakhir.” Ucap ku.

Kemudian aku langsung mengambil tas kedalam.

Di perjalanan, Rezqi terlihat sekali-kali menengok ke wajahku. Apakah aku

sedang memperhatiakannya? Ngga mungkin, aku tak mau merasakan sakit hati untuk

yang kedua kalinya. Cukup sampai disini hatiku di robeknya.

Sesampainya di sekolah, semua murid memandangi kami. Sebenarnya yang seperti ini

aku paling tidak suka, benar-benar mengganggu. aku melihat Tiara dan anggotanya

menghampiri kami.

“ Coba kalian lihat teman-teman! Cowo yang seperti Rezqi pantasnya sama siapa?”

“Of Course. Tiara.” Jawab semua anggotanya.

Aku hanya dapat meladeninya dengan cara diam sambil menguji kesabaranku. Ngga

bakal ada ujungnya meladeni ucapan Tiara.

“Jangan berharap lebih dariku tiara.” Ucap Rezqi.

Begitu Rezqi bicara aku langsung pergi. Ternyata Rezqi mencoba menarikku, tapi aku

melepas tarikannya.

“Ngga Nay.Aku mohon bolehkan ku mengantarmu ke kelas?” Ucap Rezqi.

Aku hanya bisa diam, di perjalanan menuju kelas Rezqi terus saja memegang

“Nay kamu koq diam saja?” Tanya Rezqi.

“Hidup kamu itu cuman bisa maksa yah?” jawab ku.

“Maksa gimana?” Tanya balik Rezqi.

“Pikir sendiri, sekarang lepas tangan kamu.” Jawab ku dengan kasar.

“Nay sebenarnya aku masih sayang kamu, sayang dulu dan akan selalu sayang

sekarang sampai sayang nanti.” Ucap Rezqi.

Aku tak akan menjawab itu semua. Di Hati ini masih ada rasa yang paling kecewa.

Biarkan semuanya mengalir apa adanya. Biarkan rasa sayang Rezqi ini menjadi jalan

positif yang aku simpan.

Di waktu pelajaran yang sudah habis, aku lebih memilih untuk di kelas.

“Nay Rezqi tuh?” Ucap Bella.

“Bilang aja ngga ada.” Balas ku.

“Ngga ada gimana! Dia tuh udah di depan kamu!” balas Bella pelan sambil mencubit

Aku langsung mengangkat bahuku. Aku kaget melihatnya berani untuk datang ke

Pandanganya di balut dengan senyuman manis yang dulu sering aku lihat. Dia masih

saja terus tersenyum setiap dihadapanku.

“Ngga sadar Nay!” Ucap Bella.

“Nay kalau gituh aku keluar dulu yah?” ucap Bella.

“Mau kemana?” Tanya ku.

“Ada urusan sebentar. Nanti aku ke kelas lagi.” Jawab Bella. Dia pun langsung pergi.

Aku benar-benar kesal, di saat seperti ini Bella malah pergi. Ngga biasanya Bella tidak

mengajakku , pasti ini karena Rezqi.

“Nay ke kanti yu..?” Ajak Rezqi.

“Kamu aja.” Jawab ku.

“Mau dong Nay?” Ucap Rezqi.

Wajahnya seperti memohon belas kasihan kepada ibunya. Padahal aku sudah bukan

siapa-siapa dia lagi.

“Males.” Balas ku.

Tak di sangka, Rezqi menarik tanganku dengan kencang. Sudah sekian kalinya dia

menarik tanganku kembali. Sebenarnya perlakuan ini harus lebih di tegaskan lagi.

“Apa-apaan ini?” Tanya ku kesal.

Dia terus menarikku, aku tak dapat melepas tarikannya. Kekuatan laki-laki memang tak

bisa ditandingi oleh perempuan.

“Nay seharusnya kamu senang bisa seperti ini lagi denganku.” jawab Rezqi dengan

senyum lembutnya itu.

“Maksud kamu?” Tanya ku kembali.

“Ya…,kitakan sudah lama ngga seperti ini. Jadi mulai saat ini boleh kan aku ada di

dekat kamu.” Jawab Rezqi.

“Ngga setuju! Harusnya kamu minta persetujuan aku dulu?” balas ku.

“Gimana yah ! Masalahnya Ayah dan Ibumu sudah setuju jadi,..” Balas Rezqi.

“Ngga adil.” Balas Ku.

Kami telah sampai di kantin, semua murid terus memandangi kami. Akhirnya

aku bisa melepas tanganya. Aku mencari tempat kosong yang bisa diduduki.

Hari ini sangat membuatku pusing, dan waktu bel pulang pun sudah berbunyi.

Setelah beberapa bulan ini aku semakin sering meluangkan waktuku di rumah. Dari

pada harus keluar, walaupun bella sering mengajakku keluar untuk belanja, aku terus

menolaknya. Dan hampir setiap hari Rezqi ke rumah, Aku tetap menolaknya dan

melarangnya untuk datang. Apalagi untuk masuk kedalam rumah, pasti ujungnya akan

berkali-kali datang dan masuk keluar rumahku. Minggu ini pelajaran semakin aktif,

karena minggu depan akan di laksanakan Ujian Kenaikan Kelas (UKK). Itu artinya

sebentar lagi aku akan masuk ke kelas 3. Menuju hari itu memang sangat sulit, hari

dimana aku akan bertunangan dan selalu aku tunggu setiap waktu.

Sungguh bahagiannya, bila sekarang ada Ayah dan Ibu di rumah. Kita dapat

berkumpul bersama itu adalah suasana yang hangat dan dapat menjalin kasih sayang

antar keluarga lebih erat lagi.

“Non ada Mas Rezqi di luar?” Ucap Bi Tuti.

“Bilang aja. Masih tidur.” Balas ku.

“Baik Non.” Ucap Bi tuti.

Bi Tuti pun langsung menuju ke ruang depan dan langsung membukakan pintu. Aku

mengikuti Bi tuti dari belakang dan mendengarkan pembicaraan mereka di balik

jendela sebelah pintu depan rumahku.

“Maaf Mas? Non Nayanya masih tidur.“ ucap Bi tuti.

“Masa si Bi! Mentang-mentang hari libur. Makasih yah bi ?” Balas Rezqi.

“Ya Mas.” Balas Bi Tuti kembali.

Memalukkan sekali setiap hari datang berkali-kali kesini tanpa di undang pemilik

rumahnya masih tidak tau malu.

Setelah 2 minggu liburan yang berakhir, Aku sudah masuk ke kelas 3. Dan hari

pertama masuk ke kelas 3 ini disapa dengan cuaca yang sangat mendung. Tidur ku

tadi malam tidak terlalu nyeyak banyak pikiran yang tiba-tiba melayang mengelilingi

kepalaku. Apa mungkin aku harus memikirkannya? Semua peralatan sudah aku

siapkan, mobil di parkiran didepan sudah di panaskan. Sayangnya, cuacanya masih

mendung seperti hari kemarin. Aku malas, Tapi hari ini hari pertama masuk ke kelas 3.

Mobilku terus melaju dengan santai. Akhiranya ku sampai di parkiran sekolah.

“Wah gimana nih! Hujannya makin deras aja.” Ucap ku sambil bingung, karena

ternyata setelah aku periksa di belakang aku lupa membawa payung. Terpaksa aku

keluar dengan basah – basahan.

“Tit…Tit…Tit..Tit.” Bunyi klakson mobil.

“Siapa sih!” ucap ku.

Ternyata itu mobil Tiara di temani dengan anggotanya. Mereka keluar dari mobil tanpa

memakai payung. Dan mereka langsung menghampiriku.

“Heh minggir Nay..?” ucap Tiara.

“Maksud kamu?” Tanya Ku.

Baju kupun semakin basah. Semua anggota Tiara itu menatap tajam ke wajahku.

“ Dasar. Kamu itu tau jalan ngga sih! Kami tuh mau lewat.” Ucap salah satu

“Eh apa-apaan nih!” Tanya Rezqi sambil memayungkanku. Sepertinya Rezqi ingin

menjadi malaikatu kembali, habisnya dia selalu muncul tiba-tiba.

“Rez tolongin ku dari cewe centil ini ? soalnya mobil aku ngga bisa parkir.” Jawab Tiara

merayu agar Rezqi mau membelanya.

“Bukanya masih luas tempat parkir disini.” Balas Rezqi.

“Tapi ini tempat parkir Favorit aku.” Balas Tiara.

“Udahlah…,jangan cari masalah. Ayo Nay lebih baik kita pergi ke kelas ? Lihat bajumu

sudah basah semua.” Balas Rezqi, kemudian langsung mengajakku pergi.

“Iya.” Jawab ku dengan sangat kedinginan.

“Hah! Harusnya kamu membelaku Rez. Harusnya payung yang kamu bawa itu buat

aku, bukan buat dia. COba kamu lihat bajuku basah semua.” Ucap Tiara kesal.

“ Ngga usah berharap.” Balas Rezqi.

Kami pun langsung pergi meninggalkan mereka.

“Kamu ngga apa-apa Nay?” Tanya Rezqi seperti khawatir.

“Ngga…Hacih..Hacih..” jawab ku.

“Udahlah kamu ngga usah berbohong, lebih baik aku antar kamu pulang.” Balas Rezqi.

Rezqi memegang tanganku dan kembali terasa hangat dan sepertinya aku

menemukan cinta Rezqi yang dulu. Dulu yang selalu melindungiku memberi

kehangatan saat semua terasa dingin. Aku pun tak akan menghalanginya untuk saat

Di depan sana Bella berlari ke arah kami.

“Nay..nay..Ayo aku bantu?” Tanya Bella.

“Ngga apa-apa, aku masih mampu.” Jawab ku.

“Udah..udah.. Bell nanti bicaranya, lebih baik kamu sekarang minta ijin ke Wali kelas.

Karena hari ini Naya sakit.” Ucap Rezqi.

“ OK! Sebaiknya kamu cepat antarkan Naya.” Balas Bella. Dan langsung pergi menuju

Aku dan Rezqi kemudian langsung pergi menuju Mobilku. Saat di dalam mobil

badanku menggigil.

Secepatnya kami sampai di rumah Rezqi mengantarkanku ke kamar.

“Bi…bi..bi..,! Kemana sih?” ucap Rezqi dengan nada tinggi.

“Iya. Non..non kenapa bisa sampai seperti ini?” Tanya Bi Tuti.

“Udah Bi nanti saja bicaranya, cepat Bibi bawakan obat dan kompresnya. Aku akan

mengantarkan Naya ke kamar, cepat yah Bi?” Jawab Rezqi.

“Baik Mas.” Balas Bi Tuti langsung berlari menuju dapur.

Badanku terus menggigil kedinginan dan tubuhku semakin lemas. Aku langsung

terbaring di kasur.

Dari pertama dia membantukku sampai malam Rezqi terus menemaniku, dia

juga yang mengobatiku hingga waktu sudah malam. Akupun pulas terlelap dalam tidur.

Saat terbangun, aku tak melihat Rezqi yang semalaman menemaniku. Ternyata

yangang aku lihat sekarang ini adalah seorang wanita yang paling aku sayangi di dunia

ini, tapi wajahnya masih belum jelas. Dan aku juga melihat sebuah tanaman yang

paling aku sayangi dan sesekali jika ada waktu aku siram. Tanaman di pojok dengan

pintu kamarku adalah tanaman penyerap debu yang mulai mongering, padahal setiap

sore selalu di siram oleh Ibu. Kadang-kadang jika aku sempat aku yang menyiramnya.

“Ibu! Ibu kapan pulang?” Tanyaku dengan kaget.

“Yah sayang. Tadi sebelum adzan Subuh.” Jawab Ibu.

“Ayah mana?” Tanya ku.

“Ayah masih harus menyelesaikan pekerjaannya. Mungkin sekitar 2 bulan lagi Ayah

akan pulang.” Jawab Ibu.

“Sayang kamu harus istirahat dulu.” Ucap Ibu.

“Baik Bu, Ibu Naya mau Tanya?” Tanya ku.

“Tanya apa?” Balas Tanya Ibu.

“Apa betul Ibu mengijinkan Rezqi untuk mendekatiku lagi.” Jawab ku.

“Maaf sayang. Bukan maksud Ibu mengingatkanmu kepada masa lalumu. Ibu hanya

ingin selama kamu bersekolah di PELITA sampai lulus nanti. Ada yang dapat

menjagamu, Ayahmu juga setuju.” Balas Ibu.

“Tapi Bu. Naya sudah kecewa dengan Rezqi, dan Naya tidak mau menyakiti hati

Dicky.” Ucap ku.

“Ibu mengerti. Tapi Ibu juga khawatir sama kamu. Kamu juga harus tetap konsisten

pada persaan hati kamu, karena Dicky akan datang saat kelulusanmu nanti.” Balas

Setelah mendengar jawaban dari Ibu, aku langsung pergi menuju halaman

belakang. Yang dapat mendinginkan kegundahan yang sedang terjadi di dalam hati ku

ini. Taka da yang lebih tenang selain kita dapat bertanya pada diri kita sendiri.

 Selama hari-hari sekolahku ini terasa berbeda setelah aku dan Ibu bercekcok

karena masalah Rezqi. Semenjak kejadian itu Rezqi semakin sering mendatangiku,

padahal aku sudah melarangnya. Tapi sifatnya itu yang tetap tidak berubah dari dulu

selalu memaksa. Ini salah satu sifatnya yang paling tidak aku suka, berbeda dengan

Dicky tak pernah sekalipun dia memaksa, malah sebaliknya aku pernah memaksanya

untuk membelikan sesuatu yang aku inginkan tapi sebuah makanan yang paling dia

tidak suka yaitu Ice Cream.

Suatu hari dimana aku duduk di halaman belakang rumahku yang

berpemandangan hijau membuat tenang suasana yang jauh dari kebisingan.

Pemikiranku mulai tertuju pada Rezqi dan Dicky. Bagaimana jika Rezqi tahu tentang

Dicky yang sebentar lagi akan menjadi tunanganku? Pasti Rezqi akan marah,

sekarangpun aku masih belum tahu perasaan apa yang di sebut untuk Rezqi. Rezqi

tak seharusnya datang ke kehidupanku sekarang, dia menyakitiku, dia

meninggalkanku, dia menghilang, dan sekarang dia datang membawa masa lalu yang

tak perlu di ingat kembali. Kenangan yang paling saat ini aku benci, kelam dalam

balutan kain yang tergores kaca tajam yang berasal dari pecahan kaca jendela yang

dulu pernah aku lembar dengan batu.

Dimana dulu Rezqi sering berkata “Aku akan selalu menjagamu Nay. Sayang dulu,

sayang sekarang, sampai sayang nanti.”

Kata-kata itu yang selalu aku ingat dari Rezqi. Tapi kenapa dulu dia harus tiba-tiba

menghilang seperti tak punya siapa-siapa yang tulus mencintainya.

Sampai sekarang aku tidak tahu alasan apa sampai dia harus menghilang.

Setelah berbulan-bulan Rezqi pergi, hari itu aku bertemu dengan Dicky saat akan

menjemput Ayah dan Ibu di Bandara Sepinggan. Kami berdua tak sengaja

bertabrakan. Hingga akhirnya kami berkenalan dan hari itu juga aku langsung

mengenalkan Dicky kepada Ayah dan Ibu. Sekitar beberapa minggu kami kenal, dia

memperkenalkanku kepada orang tuanya di Samarinda. Karena pada saat itu aku

masih duduk di bangku kelas 3 SMP, dan Dicky kelas 3 SMA seangkatan dengan kaka

ku yang sekolah di Bandung. Sembari berjalanya waktu hubungan kami semakin

dekat.semakin kami kenal dengan sifat masing-masing yang sangat berbeda. Berakhir

dengan keseriusan dari kami berdua dan sangat di dukung dari Orangtua kami masing-

masing yang sudah saling setuju dengan hubungan kami ini.

Akhirnya setelah aku lulus, Dicky akan melanjutkan kuliahnya di Austalia.

Sedangkan aku akan melanjutkan sekolah di SMA PELITA. Orang tuaku dan Orang

tua Dicky telah setuju, setelah Dicky menyelesaikan kuliahnya dan aku lulus dari SMA.

Kami akan langsung bertunangan, dimana pada hari itu aku sudah melupakan Rezqi,

yang menghilang tanpa alasan. Dicky mampu membuatku nyaman, dia tak pernah

membuatku kesal.Malah sebaliknya aku yang suka membuatnya kesal.Diam dirumah

adalah kebiasaanku setiap di ajak pergi selalu menolak, tapi Dicky tak pernah

mengeluh ataupun marah. Dia dapat mebuatku tertawa dengan lepas seperti bukan

aku yang biasanya.

“Pagi Ibu…?” Tanya ku dengan terburu-buru mengambil sarapan karena sudah telat.

“Pagi juga sayang.” Jawab Ibu.

“Jangan terburu-buru sayang. Ingat harus hati-hati bawa mobilnya.” Cap Ibu sambil

tersenyum kecil.

“Iya Ibu,,Muach,,” Cium ku dengan sangat lembut.

Pagi yang cerah ini, membuatku menjadi semangat untuk pergi kesekolah dan

ini juga sudah kewajibanku menuntut ilmu sebanyak-banyaknya untuk bekal hidup.

Dan teman-teman di sekolah  selalu menghibur dengan saling menyapa satu sama

“Pagi Nay?” Tanya Rezqi mengagegatkanku.

“juga.” Jawab ku.

“Nay pulang sekolah ada acara ngga?” Tanya Rezqi.

“Ngga ada. Sorry yah telat nih ! “ jawab ku.

“OK! Aku tunggu nanti di depan kelas. Saat jam istirahat.” Ucap Rezqi langsung pergi.

Semua pelajaran hari ini aku nikmati dengan sangat hati-hati, karena jika ada

kesalahan sedikitpun berakibat membosankan. Jam istirahatpun tiba.

“Nay ada Rezqi tuh di depan?” Ucap Vina teman sekelasku dengan pelan.

Mungkin karena takut yang lainnya akan mendengar, karena di kelasku juga banyak

yang ngefans sama Rezqi. Tapi aku juga tak berharap untuk dekat lagi dengan Rezqi.

“Suruh masuk aja Vin!” ajak Bella dengan suara yang keras itu.

“Eh…,siapa bilang dia boleh masuk. Bikin rame kelas aja tau.” Balas ku.

“Biarin aja Nay, kasihan tau Rezqinya.” Balas Vina kembali. Mungkin Vina boleh bicara

begitu sekarang karena dia sepertinya mendukung kedekatanku dengan Rezqi, sama

seperti Bella.

“Yah Nay.” Balas Bella membela Vina.

Vinapun langsung keluar, sepertinya dia akan memanggil Rezqi untuk masuk ke

dalam. Membuat aku berwajah bĂȘte.

“Eh,,Rezqi!” ucap Bella.

Kenapa dia harus masuk , dia pengen buat aku di gosipin sama murid satu sekolahan.

“Hay Bel, Vin. Boleh tinggalkan kami sebentar!” Balas Rezqi.

“Ok! Tapi jangan di apa-apain yah Nayanya ? Jawab Bella.

“Beres. Percaya dong.” Balas Rezqi.

Kemudian Bella dan Vina langsung pergi.

“Apa si mau kamu?” Tanya ku.

“Nay kencan yu?” Ajak Rezqi.

“Gila kamu Rez, maksud kamu apaan.” Jawab ku.

Jujur aku sangat kaget dengan perkataanya itu untungnya murid di kelasku tidak

mendengar, karena di dalam kelas hanya ada beberapa siswa yang sibuk bermain

“Gila gimananya? Aku benar-benar pengen kencan sama kamu Nay!” ucap Rezqi lebih

menekan lagi.

“Sorry ku sibuk.” Balas ku.

“Nay..aku janji deh ini buat yang terakhir?” Balas Rezqi sambil memohon-mohon.

Aku mulai berfikir kembali, sepertinya ini akhir dari aku dan Rezqi dan ini waktunya

untuk memberitahukan semuanya kepada Rezqi, sebelum semuanya terlambat.

“Baik. Aku mau, tapi ingat jangan berbuat yang aneh-aneh.” Jawab ku.

“Siap Nay.Aku jemput kamu nanti sore.” Balas Rezqi sambil tersenyum manis.

Kemudian pun langsung pergi dan meninggalkan kelas ku, tanpa memberikan sepatah

“Cie-cie,,,Nay makin lama kamu makin lengket aja.” Ucap Vina, tiba-tiba muncul di

hadapanku. Kapan datangnya tuh anak?

“Kamu ngintip Vin?” Tanya ku.

“Sedikit. Slamet yah! Buat yang nanti malam mau kencan.” Jawab Vina.

“Apa-apaan sih!” balas ku.

Bel pulang pun berbunyi.

Waktu sudah menuju pukul 18:00, ini waktunya aku harus bersiap-siap sebelum

dia datang, aku juga harus mempersiapkan konsekuensinya jika dia tidak mau

membiarkan aku bersama dengan cowo pilihanku.

“ Non ada  Mas Rezqi di luar?” Ucap Bi Tuti di balik pintu kamarku.

“Yah Bi. Bilang aja tunggu dulu sebentar Naya sedang bersiap-siap.” Jawab ku sambil

mengganti pakaian.

Kemudian setelah mengganti pakaian dan sudah terlihat rapih di depan kaca.

Aku langsung turun menuju ruang depan. Semua kehidupan di rumah ini terasa sepi,

Ibu ku masih sibuk di Restoran dan sepertinya akan pulang larut malam.Jadi aku tidak

perlu meminta ijin.

“Wah Nay kamu cantik sekali!” ucap Rezqi dengan nada yang sangat lembut.

Kemudian dia langsung menarik tanganku menuju mobil.

“Pelan-pelan dong!” balas ku.

“Maaf?” balas Rezqi di balut dengan senyumnya.

Sore ini sampai malam, kami berkencan di restoran pilihan Rezqi. Restoran ini

adalah restoran pertama yang kami datangi saat pertama kali pacaran. Di setiap waktu

tak henti-hentinya tangan Rezqi terus memegang tanganku. Akupun tak melepas

genggamanya, biarkan mala mini menjadi malam indah untuk yang terakhir bagi Rezqi

dan aku. Waktu sudah menuju pukul 21:45, Rezqi mengantarkanku pulang.

“Rez…?” Ucap ku.

“ Yah Nay.” Jawab Rezqi.

“Nanti kalau sudah sampai rumah, ada yang mau aku bicarakan dengan kamu. Ini

penting dan serius.” Balas ku.

“Memang apa yang mau kamu bicarakan? Di mobil juga bisa.” Tanya Rezqi.

“Aku pengennya di rumah.” Jawab ku.

Mana mungkin aku membicarakan ini di mobil, bukan dalam situasi yang

memungkinkan.

“Terserah kamu.” Balas Rezqi.

Mobil ini terus melaju dengan cepat. Dan akhirnya kami sampai di depan bagasi rumah

“Oh ya Nay. Tadi katanya ada yang mau kamu bicarakan?” tanya Rezqi penasaran.

“Begini sebenarnya! Maafin aku sebelumnya, kalau selama ini apa yang aku lakukan

itu membuat kamu tidak nyaman. Dan sudah tidak sama seperti dulu lagi.” Jawab ku.

“Maksud kamu Nay?” Tanya kembali Rezqi, seakan dia memang masih tak mengerti.

“Maksud aku..,Tolong dan tolong banget. Mulai saat ini kamu ngga usah lagi menemui

aku, apa lagi bertemu aku. Dan yang paling penting sekarang aku sudah mempunyai

orang yang menggantikan kamu di hatiku.” Jawab ku sedih di hati dan tak kuat

mengatakanya.

“Kenapa bicaramu seperti itu!” Tanya Rezqi nada yang sangat rendah.

“Cukup Rez, jangan berpura-pura kamu tak mengerti maksud ku. Kamu yang salah,

kamu yang dulu meninggalkanku dengan sangat tiba-tiba. Dan akupun tak tahu

alasanya apa.” Jawab ku dengan lantang. Pasti itu sangat menyakiti hati Rezqi.

“Nay tolong jangan membenciku. Maaf kalau selama ini ku selalu menjadi bebanmu,

dan maaf kalau aku masih belum memberitahu alasan itu.” Balas Rezqi.

“Aku sudah tak mau tahu alasan itu, lebih baik kamu secepatnya pergi dari

hadapanku.” Ucap ku dengan nada tinggi. Sudah kedua kalinya aku marah seperti ini

dan ini semua karena perbuatan Rezqi kembali.

“Baik Nay jika itu mau kamu. Tapi tolong maafin semua kesalahanku!” balas Rezqi

sambil memohon.

Aku lebih memilih meninggalkanya. Dan setelah beberapa menit diapun pergi.

Hati ini benar-benar sakit, Tapi mulai terasa tenang setelah aku mengeluarkan ucapan

yang seharusnya aku katakana dari pertama aku bertemu dengan Rezqi. Tapi masih

ada yang mengganjal di pikiranku, Dicky masih belum tahu. Sudah 2 bulan ini, aku tak

melihat Rezqi lagi. Persaan ini sedikit penasaran sebenarnya dia kemana?

“Nay Tunggu?” Panggil Bella sambil berlari.

“Ada apa?” Tanya ku.

“Begini Nay! Aku punya kabar baik dan buruk buat kamu.” Jawab Bella.

“Kabar apa memangnya?” Tanyaku kembali.

“Mau yang baik dulu atau yang buruk dulu aku ceritakan?” Tanya Bella. Itu pertanyaan

yang paling aku benci.

“Terserah kamu.” jawab ku.

“Kabar baiknya. Kita keterima di Universitas Indonesia Nay.” Ucap Bella sambil

“Oh. Terus kabar buruknya?” Tanya ku kembali.

“ Koq ngga ada ekspresi bahagianya! Hmm,,tapi kenapa yah koq malah nilai aku si

yang sedikit rendah. Biasanya aku bisa diatas nilai kamu Nay!” jawab Bella

membingungkan aku yang melihatnya.

“Berbelit-belit Bel kamu jawabnya. Langsung ke intinya bisa ngga?” balas ku.

“Sabar dong Nay! Tapi kamu jangan kaget Nay?” ucap bella membuatku sedikit

“Lama banget jawabnya.” Balas ku.

“Sudah 2 Bulan ini kitakan udah lama ngga lihat Rezqi, kata murid Ipa 4 Rez…Rez…!”

jawab Bella membuatku geregetan.

“Rezq..apa?” Tanya ku.

“Rez..qi sakit. Katanya sih dia bulan lalu mimisan gituh Nay di kelas, banyak lagi darah

yang keluarnya.” Jawab Bella.

“Apa? Kenapa kamu baru bilang sekrang! Terus Rezqi sekrang dimana? Gimana

keadaanya?” Tanya ku dengan persaan kaget.

“Ya mana aku tahu, terakhir aku dengar..katanya dia di rawat di rumah sakit yang ada

di Jakarta. Setahu aku Nay orang tuanya juga sudah pindah ke luar kota, terus aku

dengar-dengar dari teman sekelasnya  Rezqi juga sudah pindah dari sekolah kita.”

Jawab Bella.

Jawabanya itu membuatku semakin penasaran dan mulai takut untuk

mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku mulai kepikiran untuk cepat-cepat

bertemu dengan Rezqi. Bagaimanapun aku ngga akan membiarkan semua ini terjadi?

Rezqi pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku harus tahu apa yang dia sembunyikan.

Tapi bagaimana sekarang? Aku kan sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan

pernah menemui Rezqi lagi.

Hari kelulusanpun telah tiba, besok Dicky akan datang dan aku juga masih

belum tahu keadan Rezqi seperti apa. Hati aku sepertinya belum menerima

kedatangan Dicky, padahal ini adalah waktu dimana aku dan Dicky akan bersama-

sama tapi dalam waktu yang sedikit singkat semuanya terbalik Rezqi membuat

pikiranku menjadi binggung. Dan Hari Pertunanganku belum aku pikirkan kembali

selanjutnya bagaimana.

“Sayang kamu kenapa? Sepertinya hari-hari ini terlihat berbeda.” Tanya mamah

mengkhawatirkan ku.

“Biasa aja koq Bu.” Jawab Ku.

Datang Bi Tuti tiba-tiba.

“Non! Ada Non Bella di depan? Ucap Bi Tuti mengagegatkanku.

“Yah bi. Bu Naya temuin Bella dulu yah? “ jawab Ku dan menahan Bu untuk berbicara

kembali. Akupun langsung pergi menemui Bella.

Pasti aku akan mendapatkan kabar baru tentang Rezqi.

“Hay Bell!” Salam Ku.

“Hay juga, Nay gawat nih!” balas Bella dan perkataan yang terakhir itu membuatku

“Gawat apanya? Gimana dengan Rezqi?” Tanyaku mendesak.

“Ginih Nay! Kemarin adda salah satu dari teman kelasnya, katanya dia menjenguk

Rezqi ke Rumah Sakit Hasan Sadikin di Bandung. Terus dia juga bilang kalau keadaan

Rezqi sangat kritis. Giman nih Nay?” jawab Bella dengan pelan-pelan agar yang lain

tidak mendengar.

“Aku benar-benar bingung Bel. Aku ngga tau harus berbuat apa?” Tanyaku kembali.

“Kalau menurut aku….Gimana kalau besok siang kita ke Bandung?” ajak Bella.

“Gila kamu Bel. Besok Dicky tuh mau datang.” Jawab Ku kaget.

“Yang benar saja Nay, jadi Dicky besok datang! Terus kita harus gimana?” Bella malah

berbalik bertanya.

“Aku juga masih bingung, pokoknya kamu persiapkan saja pakaian mu besok.

Sepertinya aku punya rencana.” Jawab ku dengan pasti.

“Ok! Ya udah aku pulang dulu?” balas Bella.

“Hati-hati.” Balas ku kemudian Bella langsung masuk ke mobilnya dan pergi.

Aku semakin merasa aneh. Mengapa aku sangat ingin menemui Rezqi? Aku

tak mau perasaan ini semua. Hanya saja aku masih penasaran, sebenarnya penyakit

apa yang di derita Rezqi. Mimisan darah yang di keluarkan Rezqi itu banyak. Pasti

penyakitnya parah. Pagi ini udara semakin sejuk. Hari ini pembagian kertas kelulusan,

Alhamdulillah akhirnya aku mendapatkan nilai yang memuaskan. Tapi masih ada yang

mengganjal, aku masih khawatir dengan keadaan Rezqi. Sesampainya di rumah

melihat keadaan rumah yang lebih tenang setelah keberadaan Ayah dan Ibu seperti

ada yang aneh.

“Sayang Ibu dan Ayah bangga dengan kamu, nilai kamu bagus semua.” Ucap Ibu

sambil tersenyum manis.

“Yah benar Bu. Ayah juga setuju.” Ucap Ayah mendukung.

“Terimakasih Ayah Ibu! Aku sangat sayang Ayah  Ibu.” Balas Ku.

“Terus kamu rencana mau kuliah dimana?” Tanya Ayah.

“Naya belum tahu, tapi sepertinya Naya berencana  ke Bandung. Jadi kira-kira Ayah

ngijinin tidak?” jawab Ku berusaha meyakinkan Ayah dan menunggu jawaban Ayah.

“Kalau masalah itu Ayah setuju-setuju saja. Asalkan kamu dapat menjaga dirimu

sendiri .”  Jawab Ayah.

“Trimakasih Ayah Ibu! Bu pasti tidak usah di Tanya, Naya yakin Bu setuju dengan

keinginan Naya. Naya pasti akan berusaha menjadi anak yang baik.” Balas Ku.

Aku kemudian pergi menuju kamarku dia atas. Apa yang terjadi? Langkahkupun

“Oh ya sayang, tadi Rezqi telepon Ibu. Katanya sebentar  lagi akan sampai ke rumah .”

Ucap Ibu menghentikan langkahku.

“Yah Bu. Naya mau ke kamar dulu.” Jawab Ku.

Ada apa denganku, kenapa di saat detik-detik aku akan bertemu dengan Dicky setelah

hampir 3 tahun kami di pisahkan. Pikiranku masih tertuju kepada Rezqi. Aku semakin

bingung dengan perasaanku yang tidak konsisten ini.

“Dick!” Teriakku sambil menuruni tangga.

“Nay!” balas Dicky di selimuti dengan manis wajahnya.

“Bagaimana kabarmu? Sepertinya ada yang berbeda.” Tanya Ku mendadak.

“Baik. Kamu sendiri?” Jawab Rezqi dan langsung berbalik Tanya.

“Baik juga.” Jawab Ku tersenyum.

“Ayah dan Ibu, mau ke halaman belakang dulu?” ucap Ibu.

“Yah” jawab Ku.

“Ajak ngobrol Dickynya?” Ucap Ayah.

“Yah Ayah.” Jawab Ku.

Ayah dan Ibupun langsung pergi menuju halaman belakang yang penuh dengan

suasana hijau.

“Silakan duduk!” ucap Ku.

“Yah.” Jawab Dicky.

“Gimana dengan sekolahmu?” Tanya Dicky.

“Baik.” Jawab Ku.

“Mau di lanjutkan kemana? Atau kamu mau ikut aku ke Austri!” Tanya Dicky.

“Hm……,sepertinya aku akan ikut Ka Vino di Unpad. Maaf yah dengan jawabanku!”

Oh bagus itu. Kenapa harus minta maaf?” Tanya Dicky.

“Ya…,karena jawabanku tidak sependapat denganmu.” Jawab Ku.

Setiap kata-kata yang aku keluarkan berasa kaku, ini bukan Naya yang dulu.

“Dick, kamu mau temanin aku ke Bandung ngga? Sekalian ketemu Ka Vini, aku

kangen…” ucap Ku sambil bertanya.

“Boleh. Kapan?” Tanya Dicky.

“Sore ini.” Jawab Ku.

“Buru-buru banget!” balas Dicky.

“Oh yah aku lupa! Kamu kan baru datang tadi malam.” Ucap ku.

“Ngga apa-apa koq! KalU But kamu aku akan lakuin. Tapia pa Om dan Tante sudah

tahu?” Tanya Dicky.

“Trimakasih! Belum, tapi aku mau bilang sekarang.” Jawab Ku.

“Baik.” Balas Dicky.

“Gimana udah saling ngobrol kembali lagi  belum?” Tanya Ibu tiba-tiba muncul.

“Udah Tante.” Jawab Dicky.

“Oh ya Bu. Ayah masi di halaman?” Tanya Ku.

“Masih, kenapa?” jawab Ibu.

“Bu sebenarnya Naya dan Dicky sore ini mau rencana berangkat ke Bandung. Naya

kangen sama Ka Vino, sekalin Jalan-jalan. Naya kan mau Refresing habis kelulusan

ini.” Ucap Ku.

“Kalau Ibu si boleh-bileh aja. Tapi koq buru-buru banget! Kasihan tau Dickynya baru

datang. Kamu juga harus minta ijin ke Ayah!” jawab Ibu.

“Yah Bu! Sekarang Naya mau ke halaman belakang dulu. Oh ya, temanin Dicky dulu

ya Bu?” balas Ku.

“Yah sayang.” Jawab Ibu.

Kemudian aku menuju halaman belakang dengan langkah yang semangat.

Disana Ayah sedang merasakan hangatnya Kopi Hitam dan sejuknya udara disini.

Karena jarang-jarang Ayah dapat beristirahat dan berkumpul bersama keluarga di

“Ayah!” ucap Ku pelan.

“Naya! Ada apa?” Tanya Ayah tiba-tiba.

“Begini Yah? Naya dan Dicky sore ini pengen berangkat ke Bandung. Boleh ngga

Yah?” Jawab ku sekaligus meminta ijinya.

“Oh.Ayah setuju saja jika kamu perginya di temani Dicky.” Jawab Ayah.

“Trimakasih yah! Naya juga bukan dengan Dicky saja tapi dengan Bella juga, kan biar

Refresingnya lebih rame.Terus Naya juga sudah kangen dengan Ka Vino.” Balas Ku.

“Bagus itu.” Ucap Ayah.

“Maafin Ayah ya? Soal Rezqi, Ayah tak punya maksud apa-apa.” Ucap Ayah .

“Yah Ayah, Naya mengerti maksud Ayah.” Balas Ku.

Semua perlengkapan aku dan Dicky sudah di siapkan. Ayah dan Ibu Dicky pun sudah

“Ayah, Bu. Naya dan Dicky berangkat Yah?” Ucap Ku.

“Yah sayang hati-hati, jaga Naya yah Dick!” jawab Ibu dan pintanya.

“Ya Tante, mari!” jawab Dicky.

“Dah Ibu, Ayah.” Ucap Ku melambaikan tangan di dalam mobil.

Mobil ini melaju menuju rumah Bella. Akhirnya setelah sekitar satu jam kami

telah sampai di Bandara Sepinggan, dimana Aku dan Dicky pertama kali bertemu.

Setelah kami keluar dari mobil langkahku kadang berhenti kadang cepat.

Apa yang sebenarnya terjadi denganku, sepertinya langkahku sangat putus asa, tapi

mau bagaimana lagi ini sudah  di perjalanan tengah.

“Nay ayo cepat!” ucap Bella dengan nada tinggi.

“Sabar. Ayo jalan!” jawab Ku.

“Sini biar aku yang bawa Nay?” Tawar Dicky langsung mengambil tasku.

“Trimakasih.” Balas Ku

Setiap kata yang aku ucapkan tidak harus egois lagi, aku telah benar-benar

memperhatikannya. Walaupun aku masih merasakan rasa sakit yang paling dalam,

hari demi hari aku mulai melupakan rasa sakit itu. Tapi aku masih benar-benar tak

mengerti alas an dia, hati ini masih penasaran. Sebelum aku akan benar-benar tidak

akan bertemu dia lagi aku harus tahu alas an itu semua.

Pesawat ini akhirnya telah sampai di Bandara Soekarno Hatta kurang lebih 2 jam

perjalanan di dala m pesawat. Saat kami keluar di pintu pertama Ka Vino sudah

menunggu kami. Aku langsung memeluk rasa kangen ku terhadap Ka Vino, Ka

Vinopun membalas. Semuanya sudah masuk ke dalam mobil, Setelah 2 jam di

perjalanan kami sampai di Kota Bandung. Cuacanya dingin dan ramai di malam hari

karena biasanya Masyarakat Bandung lebih suka berbelanja di Malam Hari. Café, Mall,

Resto, karoeke, dll. Semuanya penuh oleh masyarakat Bandung. Di depan sana,

Rumah yang amat cukup untuk di inapi keluarga kecil. Kami sampai di Kostan Ka Vino

yang cukup besar, Karena semua fasilitasnya di pilih Ayah sendiri. Agar Ka Vino betah

di Bandung, dan dapat nyaman untuk di tempati Ka Vino.

“Ayo semuanya cepat masuk! Nay kamu kamarnya di depan dengan Bella, Biar Ka

Vino dengan Dicky.” Ucap Ka Vino langsung membantu kami membawa barang-

barang masuk.

“Yah Ka.” Jawab Ku.

Biarpun umur mereka hampir sama, tapi Dicky selalu menghormati ka Vino

dengan memanggil sebutan Kaka sama sepertiku. Berbeda denganku, aku malah

memanggil Dicky dengan nama depanya padahal dia lebih tua dariku. Ini semua sudah

menjadi kebiasaan. Kami pun langsung masuk ke kamar, Di kostan Ka Vino ini

terdapat 2 kamar yang satu kamar Ka Vino di ruang tengah, yang satunya lagi kamar

inap Ayah dan Ibu kalau menjenguk Ka Vino di depan.

Di dalam kamar Bella tiba-tiba mendekati aku sambil memegang tanganku.

“Nay sebenarnya kamu masih punya rasa ngga sama Rezqi?” Tanya Bella

mengagetkanku.

“Aku juga ngga tahu Bell, aku benar-benar masih bingung. Aku harus bagaimana

Bell?” Jawab Ku langsung menangis di hadapan Bella.

“Kamu harus memilih salah satu dari mereka, harus ada salah satu yang mengalah.”

“Benar Bell. Aku juga sedang memikirkan itu semua, apalagi sebentar lagi aku akan

bertunangan. Kadang aku memikirkan Dicky, kadang juga aku memikirkan Rezqi.”

Balas Ku masih bersedih.

“Sabar Nay. Sekarang kamu ikutin saja hati kamu mau kemana.” Balas Bella.

Aku benar-benar lelah, hingga akhirnya tidurku menjadi pulas.

Pagi-pagi sekali aku dan Bella sudah rapih dan kami berencana akan pergi ke Rumah

Sakit Hasan Sadikin. Tapi Bagaimana dengan Dicky?

“Nay jadi ngga?” Tanya Bella suara rendah biarpun kami di dalam kamar.

“Jadi, tapi Dicky!” jawab Ku bingung.

“Sama Ka Vino.” Balas Bella.

“Tapi Ka Vino sedang sibuk nyusun skripsinya.” Balas Ku.

“Aku benar-benar takut Bel, kalau Dicky tau yang sebenarnya.” Ucap Ku masih dalam

kebingungan.

Bella hanya diam. Bellapun keluar dari kamar. Aku pun mengikutinya.

“Ayo kita sarapan? Dicky sudah menunggu di meja makan.” Ajak Ka Vino Berdiri di

sebelah Bella.

“Yah.” Jawab Aku dan Bella bersamaan.

Setelah selesai sarapan, aku mulai berfikir kembali tentang rencanaku ini.

Di dalam kamar, Aku memang harus benar-benar memberitahukan ini semuanya ke

Dicky, ini adalah waktunya. Tapi cara ngomongnya gimana? Aku berjalan menuju

Dicky di ruang tamu yang hanya sendiri, karena Ka Vino selesai makan langsung pergi

ke Kampus dan Bella sedang membeli sesuatu  keluar.

“Hay…!” Sapa Ku sambil tersenyum.

“Dick mau temanin aku ke Rumah Sakit ngga?” Tanya Ku.

“Emang siapa yang sakit?” Tanya Dicky balik.

“Teman sekolahku. Mau ngga?” jawab Ku dan langsung mengajaknya.

“Ok!” balas Dicky langsung mengganti pakaiannya.

Di dalam mobil Bella berbisik kepadaku “Gila kamu Nay! Tega.”

Aku cuman bisa diam.

Kamipun sampai di Rumah Sakit, kami langsung mencari tahu ruangannya. Setelah

kami tahu dan sudah berada tepat di depan ruangan Rezqi.

“Bel. Kamu duluan aja masuknya?” ucap Ku.

“Kamunya gimana?” Tanya Bella melotot.

“Aku nyusul dengan Dicky.” Jawab Ku.

“Tapi!” balas Bella.

“Udah cepatan sana!” Dorong Ku.

Bella pun akhirnya masuk.

 Apa aku memang harus benar-benar mengajak Dicky masuk? Hari ini aku

harus jujur dengan Dicky. Pokoknya mau salah ataupun benar, Resiko harus di terima

dan di tanggung sendiri. Aku mengajak Dicky ke halaman Rumah Sakit yang sepi.

Agar suasananya sedikit santai dan tenang.

“Dick! Kamu percaya ngga kalau aku sayang kamu?” Tanya Ku.

“Percaya. Memangnya ada yang salah?” jawab Dicky, langsung berbalik Tanya.

“Tentu aku percaya. Kalau aku tidak percaya, mana mungkin aku mau pulang ke

Indonesia dan bertunangan dengan kamu.” Ucap Dicky.

“Terimakasih ya! Selama ini kamu selalu mengerti aku, selama ini kamu yang selalu

mebuat aku merasa nyaman.” Jawab Ku.

“Memang ada apa si kamu bertanya seperti itu?” Tanya Dicky kembali

 Membuatku merasa takut untuk memberitahu semuanya.

“Sebenarnya ada yang mau aku katakan.” Jawab Ku.

“Ktakan saja!” balas Dicky.

“Teman cowo yang ada di dalam sana, yang sedang terbaring lemas. Dia dulu cinta

pertamaku. Sampai sekarangpun aku belum tahu alasan dia meninggalkanku.” Jawab

“Jadi. Dia pacarmu?” Tanya Dicky kembali.

“Bukan. Dia mantanku, aku sudah putus dengannya.” Jawab Ku.

“Kamu jangan bohong Nay! Lebih baik kamu sekarang temuin dia?” balas Dicky.

“Aku ngga bohong. Jangan lakuain yang aneh Dick. Aku masih dan akan tetap selalu

sayang kamu.” Jawab Ku.

“Ok! Aku ngerti sekarang, tapi tolong kalau kamu memang sayang aku. Cepat temuin

dia sekarang? Denganku.” Balas Dicky.

“Aku ngga mau nyakitin kamu.” Jawab Ku.

“Kamu benar-benar sudah nyakitin aku Nay! Sepertinya dia sekarang lebih

membutuhkanmu dari pada aku sekarang yang hanya mengacaukan semuanya.”

“Maafkan aku Dick!” jawab Ku dengan mengeluarkan air mata.

“Untuk saat ini aku harus mengalah, aku akan biarkan kamu bersama dia yang

terbaring lemah itu. Ayo Nay kau akan temani kamu?” Ucap Dicky setelah diam

beberapa menit dan dia kemudian menarik tanganku.

Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dicky terus menarik tanganku, lalu air mata

ini aku hapus. Sungguh aku kecewa dengan apa yang dia lakukan sekarang.

Kami sudah masuk keruangannya Rezqi. Rezqi yang sedang terbaring lemah di

ranjangnya. Di temani kedua Orang Tua Rezqi dan Bella.

Dicky sudah melepaskan tangannya sebelum masuk. Kehangatan Dicky mulai

menjauh berganti dingin menyelimuti tubuhku.

“Nay!” ucap Rezqi.

“Yah..Gimana kabarmu?” Tanya Ku.

“Seharusnya kamu tak perlu kemari Nay!” jawab Rezqi.

“Ayo Bel kita keluar?” Ajak Dicky yang kemudian sudah menarik tangan Bella, tanpa

mendengar jawaban dari Bella.

Hatiku Berkata “Maafkan aku Dicky, aku janji jika aku sudah menenangkan Rezqi aku

akan kembali kepelukanmu.”

Kedua Orang Tua Rezqi yang sudah mengenalku lama. Mereka juga keluar, jadi hanya

ada Aku dan Rezqi di ruangan ini.

“Kenapa kamu tahu aku disini? Tak seharusnya kamu kemari Nay!” Tanya Rezqi.

“Aku mau merawatmu Rezqi, aku akan membalas semua kebaikanmu selama ini.

Dengan cara menjagamu disini.” Jawab Ku.

“Aku ngga tahu harus bicara apa lagi!” ucap Rezqi seperti bingung.

“Nay laki-laki tadi siapa?” Tanya Rezqi.

Aku mulai merasakan ketakutan.

“Ta..di itu temanku, dia juga tinggal di Bandung. Namanya Dicky.” Jawab Ku.

Untuk saat ini aku harus berbohong, ini semua demi kebaikan Rezqi.

“Oh.Trimakasih yah kamu sudah mau menemaniku?” Balas Rezqi.

“Yah.” Jawab Ku gemetar.

Berminggu-minggu aku menemani Rezqi di Rumah Sakit. Dan Ayah, Ibu masih

belum tahu sama Ka Vino juga tidak tahu. Karena saat aku akan pergi keluar Ka Vino

tidak memperhatikan aku. Semuanya masih aku rahasiakan, cuman Bella yang paling

tahu, Bella juga yang membantuku merawat Rezqi dan menemani Rezqi jika aku

sedang keluar. Hanya saja perasaanku masih sedih. Semnejak kejadian di Rumah

Sakit, Dicky langsung pulang ke Balikpapan dan Setelah beberapa hari dia langsung

pergi lagi ke Austri. Tanpa memberitahuku dulu, kontecpun tak ada, Aku tahu dari

Orang Tuannya. Untungnya Ayah dan Ibu tidak curiga. Mungkin Dicky akan pulang

setelah setahun sambil menyelesaikan skripsinya.

“Om, Tante! Ada yang ingin Naya tanyakan.” Ucap Ku saat duduk bersama di luar

ruangan. Sementara Bella sedang membeli makanan dan minuman di luar.

“Ya, silakan!” jawab Tante.

“Maaf sebelumnya kalau saya lancang. Sebenarnya penyakit apa yang di derita Rezqi

Tante?” Tanyaku.

Om dan Tante masih diam belum menjawab, sepertinya mereka merahasiakan

sesuatu dariku dan itu membuatku penasaran.

“Nay! Sebetulnya Om dan Tante tidak boleh memberitahukan semua ini.” Jawab Om.

Tante hanya bisa bersedih dengan mengeluarkan air matannya yang lebih dulu

menetes sebelum aku bertannya, setelah Om berbicara begitu.

“Kenapa memangnya Om?” masih Tanya Ku.

“Rezqi melarang kami Nay.” Jawab Om.

“Memangnya ada yang salah denganku. Naya cuman pengen tahu koq!” balas Ku.

“Sebenarnya kami juga tak mau terus-menerus merahasiakan ini dari kamu. Rezqi

mempunyai penyakit kanker dari dia kecil, tapi dia baru tahu penyakitnya ini sekitar 4

tahun lalu.” Jawab Om.

“Begitu Nay.” Ucap Tante masih dalam kedihan.

Aku belum bisa membalas. Rasanya takut semua tubuhku respon tak bisa bergerak

hatiku gemetar, dulu sekitar 4 tahun yang lalu Rezqi pergi meninggalkanku tanpa ada

kabar. Jadi, Apakah ini alasan dia pergi?

“Rezqi tidak mau membuat mu sedih Nay! jadi dia merahasiakan ini semua dari kamu

Nay.” Ucap Om.

“Tapi Om, Tante. Apa salah Naya? Naya juga berhak tau tentang semua ini, tak

seharusnya Rezqi melakukan ini semua yang benar-benar sangat menyakiti hati

Naya.” Jawab Ku.

Kemudian ku langsung masuk ke dalam menuju Rezqi yang sedang tertidur

pulas, aku meninggalkan kedua orangtua Rezkqi diluar segera duduk di sebelahnya

setelah berada didalam. Aku mulai memegang tangannya dengan lembut mengusap

tangannya dengan telapak tanganku untuk mebersihkan satu air mata ini yang terjatuh

ke tangan Rezqi, melihat mata Rezqi yang tertutup itulah mata yang sering melihatku

dengan tajam dalam kasih sayang Rezqi yang kuat terhadapku.

“Rez! Kenapa kamu lakukan itu? Jika, aku tahu penyakitmu dari dulu. Mungkin

sekarang aku tak akan marah dan membencimu. Dan aku tak akan men…..” ucap Ku

sambil menunduk.

“Men.. apa?” Tanya Rezqi mengagetkan sambil mengusap kepalaku.

“Maksud aku meninggalkanmu kemarin.” Jawab Ku.

“Ehm..Aku dengar semua yang tadi kamu ucapkan. Aku juga tak mau membuat  kamu

sedih dengan penyakitku ini. Sepertinya Mamah dan Papahku sudah memberitahukan

semuanya.” Balas Rezqi.

“Ya. Terus kenapa kamu mau menanggung semua penyakit ini sendiri aku tuh selalu

berada untuk kamu Rez, tapi kamu menyia-nyiakan semuannya? Jadi, selama dulu

aku di sampingmu itu sia-sia buat kamu!” Jawab Ku.

Kemudian aku langsung pergi keluar, tanpa mendengar balasan dari rezqi.

Hati ini harus di tenang dan tegar, bersama angina alam di luar yang mengelilingiku,

bersama gelapnya malam yang datang disaat aku bersedih, bersama bulan dan

bintang-bintang yang sedang aku tunjuk satu persatu. Kenapa Rez? Dulu aku sangat

mencintaimu. Cinta dan sayang Ku tulus. Kamu menyakiti aku dengan alas an yang

baru hari ini kamu beritahu. Memang benar rahasia ini yang telah kamu sembunyikan

selama 3 tahun sangat menyakitkan untuk aku dengar. Tapi tahukah kamu, aku juga

merasa khawatir.

“Hari itu, aku dan Bella telat menemui Rezqi. Aku belum di sampingnya kembali.

Perasaan menyesal yang muncul saat aku masuk kedalam ruangannya. Sebenarnya

aku pergi bukan  untuk meninggalkanya selama-lamanya. Tapi Ternyata Sang Maha

Pencipta berkata lain dalam hidupku ini, sebaliknya dia yang pergi meninggalkanku

untuk selama-lamanya. Dia pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi, Pergi dengan sakit

yang setiap hari mengancamnya dan hati yang menusuk karena diriku yang

membencinya selama ini. Itu kesalahanku karena aku buru-buru pergi keluar dari

ruangannya tanpa meminta maaf untuk terakhir kalinya.

“Nay yang sabar? Ini ada surat! Om yang memberikanya ini buat kamu.” Ucap Bella.

Ku buka surat berwarna merah ini di depan pemakaman Rezqi di bandung.

Bella selalu mengerti aku, dia menungguku di mobil bersama Ka Vino. Dan Ka Vino

sudah tahu semua kejadian yang aku sembunyikan, tapi Ka Vino selalu mengerti

semua keadaanku.

To : Naya Sudarna ( Kasihku )

Nay aku sangat sayang kamu. Sayang dulu akan selalu sayang sekarang

sampai sayang nanti. Maafkan aku? Aku tak bermaksud menyembunyikan penyakitku.

Saat ini penyakitku sudah mulai menggerogoti organ di dalam tubuhku, aku tak kuat

Aku tahu, Siapa Laki-laki yang pertama kamu bawa ke RS, dia Calon

tunanganmu. Sebentar lagi kamu benar-benar akan menjadi miliknya. Aku tak perlu

memberitahu aku tahu semuanya dari mana.

Jika kamu merasa sedih, pegang selalu hatimu. Aku akan selalu berada di

hatimu, walaupun sekarang aku terbujur lemah. Cinta yang aku punya hanya buat

kamu, sampai aku pergi untuk selama-lamanya. Sekali lagi, Maafkan aku Nay! Karena

tidak bisa menjagamu lagi.

Just For You, Love Me. Love me go you in heart.

Rezqi  Purnama

Setelah aku membaca kata demi kata dalam surat ini, kemudian aku mulai

berjalan menuju Ka Vino dan Bella yang sudah menungguku lama di mobil.Aku

sekarang menangis di depan mereka tanpa ada rasa malu lagi. Saat menangis beban

di dalam hati ini berasa semakin berkurang. Sekarang aku berusaha untuk tidak

memperlihatkan kesedihanku, ternyata tidak berhasil air mata ini masih terus terjatuh

dan terjatuh. Betapa menyesalnyanya aku, disaat terakhir Rezqi pergi aku tidak

sempat mengucapkan kalimat yang dapat membuatnya bahagia. Betapa jahatnya aku

ini, betapa egoisnya aku ini. Seseorang yang selama ini dengan diam-diam masih

menyayangiku dengan tulus, sekarang dia telah pergi jauh.

“Nay sudah jangan menangis?” ucap Ka Vino yang langsung memelukku.

“Rezqi…maafkan aku?” ucap Ku sambil menangis.

“Nay jangan bersedih?  Kamu masih punya kita yang akan selalu bersamamu?” Ucap

Bella pelan dia juga merasakan sedih yang sekarang sedang aku rasakan kembali.

“Ayo masuk mobil!” Ajak Ka Vino sambil memegang bahuku dan membantuku

Sudah dua bulan ini Almarhum Rezqi berada di Sang Maha Pencipta. Kini aku

telah merelakannya berada di sisi Sang Maha Pencipta. Aku juga tidak mau terus-

menerus merasa bersedih. Karena, di depan sana Kehidupanku baruku sebentar lagi

akan di mulai. Masih ada satu orang cowo yang selalu aku tunggu kehadiranya untuk

segera bertunangan. Minggu depan aku akan masuk kuliah, Bella dan aku masuk ke

kampus yang sama hanya berbeda fakulitas. Kami tidak jadi kuliah di Bandung, karena

itu akan mengingatkanku dengan Almarhum. Kami akan kuliah di Kampus UI (

Universitas Indonesia ) di Kota Jakarta.

Sampai saat ini masih belum ada kabar tentang Dicky, aku benar-benar kangen

dia aku butuh dia untuk selalu menjagaku dari rasa sepi yang terlalu lama aku rasakan.

Tuhan aku sayang dia, bawakan dia kembali bersamaku. Jadikan dia cowo terakhir

dalam hidupku yang malang ini, dan Maafkan aku dengan kejadian saat itu? Aku tak

bermaksud membuatnya sakit hati dengan perlakuan ku yang sudah membuatnya

kecewa. Sekarang, aku hanya bisa pasrah dengan jalan yang aku terima darimu. Bila

dia tidak mau menerimaku kembali, aku akan rela dia bersama orang lain, dan aku

sanggup menerima kalau memang benar dia bukan jodohku yang sebenarnya. Tapi

aku mohon? Buatlah dia agar dapat memaafkan kesalahanku selama ini. Berikan aku

waktu untuk bicara yang sebenarnya dan membuatnya mengerti dengan semua

penjelasanku ini.

Sudah sampai semester dua aku Kuliah di UI, meninggalkan Ayah dan Ibu

yang selalu saja masih sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bi Tuti yang

dulu selalu sibuk mengurusku di rumah sampai sekarangpun masih, sekarang aku

harus meninggalkan mereka untuk meneruskan pendidikan ku dulu. Sampai akhirnya

semuanya kan saling berkumpul dan bersama kembali. Sementara itu sekarang, Ka

Vino sudah sibuk dengan pekerjaan yang di sebuah Perusahaan swasta di daerah

Bandung. Di semester ke dua ini aku di berikan libur, jadi aku sudah mengirim pesan

kepada Ibu untuk menjemputku siang ini di Bandara sepinggan, tapi Sayangnya Ibu

tidak dapat menjemputku. Ayah yang masih sibuk ke luar Kota, Bi Tuti juga harus

mengurus pekerjaan di rumah. Sebelumnya Ibu menelponku dan memeberitahuku

bahwa, katanya “ Nay , nanti di Bandara sudah ada yang menjemput kamu.”

Sesampainya di Bandara, kaki ini terus melangkah menuju pintu keluar pertama sambil

mendengarkan music kesukaanku menggunakan headset yang biasa kupakai diwaktu

sendiri. Perasaan ini campur aduk, ada marah, kesal, dag dig dug, dan lain-lain.

Sebenarnya siapa yang mau menjemput aku? Padahal aku tidak punya saudara lagi di

sini. Saat aku menanyakan ke Ibu, Ibu malah langsung menutup telponya. Setelah

keluar dari pintu pertama, tidak mendengar atau melihat ada yang memanggilku atau

biasanya mereka menuliskan nama orang yang di tunggu di sebuah kertas putih.

Mataku melihat kanan kiri, tak ada satupun yang aku kenal.

Akupun cepat-cepat berjalan sambil membawa koper berat ini menuju tempat duduk

penunggu yang masih kosong. Karena saat ini banyak penumpang yang akan

berangkat liburan kedaerah masing-masing. Sering sekali aku lihat jam yang masih

sangat lama berputarnya. Akupun langsung berdiri dan berjalan menuju tempat

penungguan mobil bis. Tapi apa yang terjadi?

“Aw.” Tak sengaja Aku menabrak seseorang lalu terjatuh.

“Maaf? Ngga ada yang sakit kan?” Tanya orang tersebut sambil meminta maaf dan

membantu mengangkat pundakku.

“Yah. Ngga apa-apa.” Jawab Ku langsung mengangkat kepalaku.

 Tapi yang terjadi wajahnya berada tepat di wajahku, matanya yang di tutupi kacamata

jadi tidak terlalu jelas aku bisa mengenalinya.

“Naya!” Ucap Dia langsung melepas kacamatanya.

“Dicky!” jawab Ku kaget.

Matanya membuat aku mengingat Rezqi. Rezqi yang telah tenang di alam sana.

Dicky langsung memelukku dengan erat, aku diam. Aku heran kenapa aku tidak

mengenalinya saat memakai kaca mata. Apa karena kami sudah lama tidak bertemu?

“Nay aku kangen banget sama kamu!” Ucap Dicky semakin erat memelukku.

“Aku juga.” balas Ku sambil tersenyum dan sedikit mengeluarkan air mata.

“Maafkan aku Nay?” balas Dicky masih memelukku.

“Yah. Maafkan aku juga? Aku benar-benar salah. Selama ini aku terlalu egois.” Balas

“Aku juga Nay, mulai saat ini aku tidak akan meninggalkanmu lagi.” Balas Dicky.

Kamipun langsung pergi dari bandara, menuju rumah.

Ternyata yang menjemputku itu adalah  Dicky, dimana Bandara inilah yang 3 tahun

lalu mempertumukan kami saat pertama kali. Dan sekarang kami bertemu kembali di

tempat yang sama. Sungguh aku tak menyangka dengan semua ini. Semuanya begitu

cepat berlalu dan semakin membahagiakan hidupku yang sering sunyi.

Besoknya kami langsung berangkat ke Bandung, untuk menemui Makam Rezqi

dan sekaligus bersilaturahmi dengan Ayah dan Ibu Rezqi yang pindah ke Bandung.

Semoga tenang di alam sana, biarkan aku selalu memaafkan kesalahanmu

semuannya. Biarkan aku melihat wajahmu sekejap, saat aku merasa sendiri didalam

tidur kecilku. Kamu Cinta pertamaku yang istimewa dan membuat semuanya menjadi

Semua ini adalah hidayah yang diberikan Sang Maha Pencipta, dimana aku

mulai berfikir dewasa untuk hidupku yang baru aku mulai kembali. Tuhan memang tak

pernah lelah memberikan cintanya melalui seseorang yang dulu pernah di hati. Berkali-

kali aku memikirkan semua kesalahan yang pernah menyakiti seseorang disampingku.

Sungguh cobaan dan pengalaman yang sangat berarti dalam hidupku ini dan selalu

aku simpan seumur hidupku.

Sementara itu Dicky dan aku mingggu depan akan bertunangan, karena sebelumnya

pelaksanaan tunangan kami sempat di undur. Dan Dicky juga sudah menyelesaikan

kuliahnya, sekarang Dicky akan segera melamarku.

Kini Cintaku akan selalu berada di sampingku, Cinta Almarhum Rezqi Purnama

yang berada di kenangan kami dulu. Dan Cinta Dicky yang kemarin berada jauh,

sekarang kembali di pelukkanku untuk selama-lamanya. Jika kita benar-benar tulus

mencintai seseorang , sejauh apapun cinta itu pergi. Pasti cinta itu akan datang

dengan sendirinya, tanpa harus ada salah satu yang merasa paling benar dalam hal

bercinta. Ketulusan akan selalu datang dan pasti tidak mudah berhenti. Jalanan yang

penuh dengan gelombang itu semua perlu dilalui. Sampai sebenarnya hidup diantara

kepercayaan dari masing-masing pasangan.



Informasi Pendidikan  Eskul Media Mandiri  bersama  insan Pendidikan Kabupaten Majalengka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar