IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISKUSI ARGUMENTASI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA


IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISKUSI ARGUMENTASI
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Oleh : Andi Nuryandi, M.Pd.

Salah satu tujuan pembelajaran fisika dalam kurikulum SMA adalah agar siswa memiliki kemampuan menguasai konsep dan prinsip fisika, serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (BSNP, 2006). Menurut salinan lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016, cakupan kompetensi lulusan mengharuskan siswa agar memiliki kemampuan berpikir dan bertindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari apa yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

Berdasarkan tujuan pembelajaran fisika menurut BSNP dan standar kompetensi lulusan dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016, maka diperlukan upaya peningkatan kualitas dalam proses pembelajaran fisika di SMA. Proses pembelajaran fisika di SMA harus menekankan pada pemberian sejumlah pengalaman sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Pembelajaran fisika harus mampu membekali siswa dengan berbagai kemampuan agar dapat menyongsong masa depan yang lebih baik.
Beberapa strategi mengajar telah dilakukan supaya pembelajaran lebih efektif dan efisien dalam memaksimalkan kemampuan siswa mempelajari fisika. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah pembelajaran dengan menerapkan metode diskusi. Kegiatan diskusi efektif dalam mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa, karena siswa terlibat dalam proses berbagi informasi, dan informasi-informasi yang dikemukakan tersebut diperoleh dari hasil berpikir siswa itu sendiri. Melalui kegiatan diskusi, siswa bekerja sama secara positif di dalam
kelompok dari pada secara individu dan saling bersaing. Siswa mendiskusikan materi pembelajaran, saling membantu satu sama lain, dan memberikan dorongan bagi setiap anggota kelompok. Ketika siswa berkolaborasi, mereka mengembangkan kemampuan belajar dalam komunikasi antar individu, konflik untuk menyelesaikan masalah secara kelompok, dan pembuatan keputusan bersama.
Fakta yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran fisika di kelas berdasarkan pengalaman penulis, kegiatan diskusi kelas seringkali berujung pada percakapan satu arah. Artinya, pada akhirnya hanya guru yang memberikan pernyataan dan mendominasi proses diskusi. Sementara siswa tidak dapat berbuat banyak untuk melibatkan diri dalam aktivitas tanya jawab. Siswa tidak memiliki kemampuan untuk mendebat atau mempertanyakan pernyataan-pernyataan dari guru atau pun dari sumber pembelajaran. Hal ini terjadi karena siswa mengalami keterbatasan dalam memahami konsep atau materi. Akibatnya, pembelajaran fisika melalui diskusi kelas seringkali berubah menjadi aktivitas tanpa makna.
Sebagai upaya untuk mengurangi kegiatan diskusi kelas yang pasif, penulis mengembangkan suatu model pembelajaran diskusi dengan argumentasi. Argumentasi adalah pernyataan untuk membenarkan atau menyangkal suatu pendapat yang disertai dengan data atau bukti, serta alasan yang mendukung pernyataan tersebut (Diwu dan Ogunniyi, 2010). Melalui kegiatan argumentasi di kelas, siswa dilatih tidak hanya sekadar menjawab permasalahan, akan tetapi dituntut juga untuk memberikan bukti (data), serta alasan yang membenarkan pernyataan mereka ketika menanggapi suatu permasalahan.
Pembelajaran fisika dengan diskusi argumentasi akan memberikan pengalaman bagi siswa secara langsung dalam berbagai aktivitas seperti mengajukan hipotesis, merencanakan penyelidikan, mengumpulkan dan menginterpretasi data, menganalisis, serta membuat kesimpulan. Dengan begitu, bukti, data, serta teori yang mereka peroleh tidak sekadar berdasarkan hasil hapalan, tetapi didasarkan pada pengalaman ilmiah yang dialami, sehingga materi pembelajaran dipahami secara lebih mendalam.
Selama ini, isu-isu yang tidak benar mudah sekali berkembang di masyarakat kita. Seringkali setiap pernyataan diberikan tanpa didasari dengan bukti atau data yang akurat. Oleh karena itu, kemampuan argumentasi penting dilatihkan kepada siswa sebagai bekal agar mereka tidak mudah terjebak dan terprovokasi dengan isu-isu negatif yang kerap menyesatkan.
Model pembelajaran diskusi argumentasi merupakan sebuah model pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan, mengajukan hipotesis, merencanakan penyelidikan, mengumpulkan data, menganalisis data, mengkomunikasikan ide-ide mereka dengan siswa lain, hingga membuat kesimpulan dan menemukan konsep oleh mereka sendiri. Dengan demikian, konsep-konsep fisika akan dapat dipahami siswa secara lebih mendalam, sekaligus membekali siswa dengan berbagai kemampuan, seperti kemampuan menafsirkan, mencontohkan, menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan, serta kemampuan berargumentasi yang disertai dengan bukti dan alasan yang kuat.
Pada dasarnya, semua materi fisika dapat dicoba menggunakan model pembelajaran ini. Akan tetapi, alangkah lebih baik jika model diskusi argumentasi diterapkan pada materi-materi fisika yang memiliki banyak kontroversi sehingga dapat diperdebatkan dalam kegiatan diskusi. Contoh berikut, penulis menerapkan pembelajaran diskusi dengan argumentasi pada materi listrik statis.
Pada pelaksanaannya, model pembelajaran diskusi dengan argumentasi dibagi ke dalam beberapa tahap pembelajaran.

Tahap 1 : Identifikasi Permasalahan
Pada tahap pertama ini, guru meminta bantuan siswa untuk mendemonstrasikan berbagai peristiwa berkaitan dengan listrik statis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pada demonstrasi pertama, siswa diminta untuk menggosokkan plastik mika dengan kain. Plastik mika yang telah digosok dengan kain itu kemudian didekatkan pada potongan kertas kecil. Ternyata, plastik mika dapat menarik potongan kertas kecil. Pada demonstrasi kedua, siswa diminta untuk menggosok dua plastik
mika dengan kain. Kemudian keduanya didekatkan satu sama lain. Ternyata kedua plastik mika saling menolak. Dari kegiatan demonstrasi ini, siswa harus dapat menyimpulkan bahwa terdapat interaksi tarik-menarik atau tolak-menolak pada dua benda bermuatan listrik.

Guru memberikan permasalahan yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Sebagai contoh :
·         Sebelum digosok dengan rambut kering, plastik mika dan kertas kecil tidak saling tarik-menarik. Setelah digosok, keduanya saling menarik. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
·         Sebelum digosok dengan rambut kering, kedua plastik mika tidak saling menolak. Setelah digosok, keduanya saling menolak. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
·         Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi besar kecilnya gaya tarik atau gaya tolak di antara dua benda bermuatan listrik?
·         Bagaimana hubungan antara gaya tarik atau gaya tolak dengan muatan listrik dan jarak antara kedua muatan listrik?

Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menarik perhatian siswa agar fokus terhadap permasalahan yang diberikan. Tahap ini juga mengarahkan siswa untuk secara mental mulai berpikir tentang bagaimana permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi.

Tahap 2 : Argumentasi Individu
Pada tahap argumentasi individu ini, guru membagikan lembar argumentasi individu. Siswa menuliskan pernyataan atau klaim mereka secara individu berupa hipotesis (jawaban sementara) yang mereka ajukan terhadap permasalahan. Hipotesis mereka diharapkan mengarah pada jawaban permasalahan, yaitu interaksi tarik-menarik atau tolak-menolak antara dua benda dapat terjadi apabila kedua benda tersebut bermuatan listrik. Klaim ini harus disertakan bukti, yaitu adanya peristiwa tarik-menarik antara plastik mika dengan kertas, dan peristiwa tolak-menolak antara dua buah plastik mika. Siswa juga harus menyertakan alasan yang menghubungkan antara bukti dan klaim. Alasan yang diharapkan adalah setelah digosok dengan rambut kering, terjadi perpindahan elektron pada plastik mika dan batang kaca. Proses perpindahan elektron dari atau pada suatu benda menyebabkan benda bermuatan listrik.
 Tujuan tahap kedua ini adalah untuk melatih setiap siswa secara individu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Tahap ini juga melatih siswa dalam berhipotesis atau menyusun argumen sementara sebelum jawaban mereka dapat dibuktikan melalui kegiatan penyelidikan.

Tahap 3 : Pengumpulan dan Analisis Data
Guru membagi siswa dalam kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok berjumlah tiga atau empat orang siswa. Guru membagikan lembar kerja sebagai petunjuk kegiatan yang harus dilakukan. Setiap kelompok melakukan penyelidikan untuk membuktikan jawaban sementara (hipotesis) mereka. Guru perlu berkeliling ke setiap kelompok untuk memastikan bahwa siswa berpikir tentang apa yang harus mereka lakukan dan mengapa mereka melakukan itu. Hal ini dilakukan untuk mencegah siswa berbuat hal-hal yang bersifat menyimpang dari tujuan pembelajaran.
Tujuan dari tahap ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman secara langsung dalam proses pengumpulan data sesuai prosedur dan teori-teori ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat pengumpul informasi. Selain itu, siswa juga mendapatkan kesempatan untuk berlatih menganalisis data dan menafsirkan data tersebut ke dalam bentuk grafik.

Tahap 4 : Diskusi Argumentasi Kelompok
Setelah melakukan pengumpulan dan analisis data, siswa memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berdialog, berdebat, dan mengajukan argumen bersama dengan teman sekelompoknya. Siswa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok mereka untuk memberikan pernyataan (klaim), data (bukti), serta alasan yang memberikan penjelasan bagi pernyataan dan data. Pernyataan (klaim) yang dimaksud adalah jawaban atas pertanyaan permasalahan. Data (bukti) yang dimaksud adalah hasil pengamatan yang mendukung klaim berupa angka kuantitatif yang kemudian dianalisis menjadi grafik. Alasan yang menghubungkan penjelasan dan bukti adalah penjelasan rasional yang menunjukkan mengapa data dapat mendukung pernyataan (klaim). 
Guru membagikan lembar argumentasi kelompok (terlampir) untuk diisi oleh setiap kelompok. Setiap kelompok menulis seluruh proses argumentasi mereka, yang terdiri atas pernyataan (klaim), data (bukti), dan alasannya, ke dalam lembar argumentasi kelompok yang telah dibagikan. Setiap kelompok juga ditugaskan untuk menyusun proses argumentasi mereka dalam bentuk media presentasi untuk dipresentasikan di depan kelas. Bentuk penyajian presentasi tidak dibatasi, sehingga siswa dapat dengan bebas berkreasi menampilkan hasil argumentasinya.

Tahap 5 : Diskusi Argumentasi Kelas
Guru memberikan kesempatan kepada salah satu kelompok untuk menyajikan argumentasi kelompok mereka di depan kelas dengan memanfaatkan media presentasi Microsoft Powerpoint yang telah disusun sebelumnya. Pada tahap ini, siswa lain diberi kesempatan untuk menanggapi, memberikan pendapat, bertanya, sekaligus memberikan saran atau kritik terhadap informasi yang diberikan oleh kelompok penyaji apabila terdapat ketidaksesuaian jawaban permasalahan di antara mereka.


Perbedaan diskusi argumentasi kelas dengan diskusi kelas biasa terletak pada isi diskusi. Pada diskusi argumentasi, siswa diarahkan pada pengambilan keputusan bersama dalam membuat sebuah pernyataan (klaim) yang akurat disertai data dan alasan  

pembenaran yang kuat. Sehingga hasil akhir dari kegiatan diskusi argumentasi kelas ini adalah tercapainya kesepakatan seluruh siswa tentang seluruh komponen argumentasi.

Tahap kelima ini membuka peluang bagi seluruh siswa di kelas untuk berkomunikasi, berdebat, saling memberikan argumen, mengevaluasi dan merevisi hasil penyelidikan mereka. Tahap ini juga membuka kesempatan untuk memunculkan ide-ide lain yang lebih relevan dalam menyelesaikan permasalahan, menanggapi pertanyaan, serta tantangan yang muncul dari siswa lain.

Tahap 6 : Evaluasi dan Integrasi Pengetahuan
Siswa diberi kesempatan untuk berbicara tentang apa yang telah mereka pelajari pada diskusi argumentasi kelas. Guru membantu meluruskan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam argumentasi siswa. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk merangkum hal-hal penting dalam pembelajaran dan berlatih mengerjakan soal-soal kognitif.

 Tahap ini bertujuan agar siswa dapat mengevaluasi dan merefleksikan hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Siswa juga terlibat dalam proses penulisan yang melibatkan pembangunan konsep, sehingga membantu siswa dapat 

mengembangkan pemahaman yang lebih baik dari sekadar pembelajaran konvensional biasa.

Model Pembelajaran Diskusi Argumentasi pada Pembelajaran Fisika di SMA ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
1.        Pembelajaran fisika memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa karena siswa melakukan inkuiri, baik melalui demonstrasi, praktikum, maupun penyelidikan lain.
2.        Pengetahuan yang diperoleh dapat melekat lebih lama karena siswa tidak menghapal materi, tetapi melakukan.
3.        Pembelajaran diskusi argumentasi menumbuhkan interaksi sosial yang positif, baik antar siswa, maupun antara siswa dengan guru.

Sementara kekurangannya, pembelajaran dan alokasi waktu dalam proses pembelajaran dibatasi sesuai alokasi yang disediakan dalam kurikulum, sehingga kegiatan diskusi argumentasi yang diperoleh belum dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan siswa. Walaupun demikian, berdasarkan beberapa kali penerapan, model pembelajaran ini dapat efektif dalam meningkatkan kemampuan memahami siswa, serta kemampuan siswa dalam berargumentasi, sehingga pada akhirnya hasil belajar siswa dengan sendirinya akan meningkat. Semoga bermanfaat.


Komentar

Postingan Populer