Cerpen : Perpustakaan Tak Perlu Tralis....Didik Sedyadi

 Perpustakaan Tak Perlu Tralis

Didik Sedyadi

 Beberapa waktu yang lalu di Kabupaten Nukami heboh masalah kriminal. Beberapa nasabah bank disatroni jambret. Laptop di dalam mobil memaksa rampok menghancurkan kaca mobil untuk mengambilnya. Pengantar uang dari POM bensin dirampok di pinggir jalan. Beberapa sekolah telah kebongkaran perangkat-perangkat komputernya. Beberapa tokoh masyarakat kehilangan mobil mewahnya. Tapi semua tak membuat Pak Tata khawatir,
Siang itu Pak Tata sebagai guru senior, sekaligus pengelola perpustakaan SMP Kaki Langit 171 Kabupaten Nukami sedang santai di kantin Mang Epul. Secara tidak sengaja lewat Pak Dwija, seorang guru yang lebih senior bahkan setahun lagi pensiun.
“Lho Pak Tata? Nyantai di kantin to?” Kata Pak Dwija seraya mendekat.
“Hahaa! Seperti yang Bapak lihat!”
“Sering sekali saya lihat Pak Tata di kantin, kapan mengajarnya Pak?”
“Lha bapak sendiri juga, kapan mengajarnya? Bukankah jam ini waktunya mengajar?”
“Jam ke 5-6 saya kosong. Nanti ke 7-8 baru ada lagi!”
“Wah sama dong! Bahkan kalau tidak salah jadwal kita satu minggu jam-nya sama semua, buktinya kalau saya lihat Pak Dwija ada di luar kelas, selalu ketemu. Ya kan?”
“Hahaaa… mungkin saja! Jangan-jangan kalau ke mall kita bisa bareng ya?”
“Ih malu dong pak…. Masa pakai pakaian dinas ke mall. Nanti kalau ditangkap petugas GDN bagaimana cara menutup muka kita?”
“Hahaaaa…. Lagian juga ke mall mau pakai uang siapa? Uang saja gak punya?!”
“Haha… cerdas! Kalau ke mall hanya untuk mejeng, nggak usah sajalaahhhh!”
Akhirnya dua orang guru itu ngobrol panjang lebar di kantin.
“Rencana sebagian rekan mengusulkan membuat tralis di perpustaan bagaimana? Soalnya banyak kejadian pembongkaran aset-aset negara sih!” Tanya Pak Dwija. Pak Tata sebagai koordinator perpustakaan menoleh, kemudian mengangkat alisnya.
“Buat apa?” tanyanya.
“Lho? Kok buat apa? Ya jaga-jaga kalau-kalau perpustakaan tanggungjawab Bapak dibobol maling!”
“Malingnya pasti orang bodoh!” Kata Pak Tata mantap.
“Berarti nggak mungkin guru? Atau bukan orang dalam maksudnya? Karena orang dalam sekolah sekolah kan orang pinter semua!”
“Bukan itu maksudnya, kalau sampai ada yang membongkar perpustakaan sudah dapat dipastikan dia itu orang yang belum berilmu. Ia ingin menimba ilmu yang banyak sekali dari buku-buku yang dicurinya, sampai ia yakin bahwa mencuri itu benar-benar tidak baik.”
“Huh ngaco! Pak Tata ini ada-ada saja!”
“Kalau pencuri itu sudah pandai, sudah memahami ilmu dari kelakuannya mencuri, maka ia akan kapok, sebab dari buku psikologi , ia tahu artikel tentang rasa malu anak istrinya, tahu rasa malu orang tuanya, tahu rasa malu keluarga istrinya atau keluarga mertuanya jika ia tetap mencuri daaaaan ketahuan! Ia akan terkucil, kehormatan karuhunnya hilang, kasihan dong kakek neneknya yang soleh.”
“Kakek nenek siapa?”
“Kakek nenek orang yang mencuri. Kan karuhunnya orang terhormat, terpandang, orang baek-baek! Lah ini cucunya mencuri dan sejenisnya yang tidak halal! Kan sama saja menghancurkan nama baik karuhunnya kan?”
“Wow! Jauh kali pikiran Pak Tata!”
“Haha! Ini bahasa sastra kok!”
“Iya maksud saya juga begitu, biasanya pencuri itu pikirannya pendek. Ketika berlaku curang, mencuri, korupsi dan sejenisnya yang dipikir itu dirinya sendiri. Tidak berpikir akan rasa malu anaknya, istrinya, keluarga istrinya, karuhun istrinya, karuhun dirinya …… “
“Laah Pak Dwija pinter …. pantas! Kan tadi saya juga ngomong begitu!”
“Lho tadi ini siapa yang jadi pencuri sih? Kok malah jadi lupa pelakunya!”
“Ya itu tadi, yang mau mencuri buku-buku di perpustakaan itu orang bodoh yang ingin pinter. Setelah pinter terus paham. Setelah paham terus sadar. Setelah sadar terus soleh. Naaaahhhhhh…… jadi….. apa pendapat Bapak?” Tanya Pak Tata kepada Pak Dwija.
“Pendapat saya : orang yang merasa bodoh pasti akan mudah mencuri , atau manipulasi. Atau kalau mau mencuri, korupsi, manipulasi berarti ia orang bodoh! Jadi, berilah ia buku sebanyak-banyaknya agar mau membaca. Jadi perpustakaan tak perlu tralis takut dicuri orang, biarkan buku menyebar ke masyakarat . Kita bangun motivasi senang membaca, motivasi butuh membaca, karena dari bukulah manusia memperoleh banyak hal! Kita tahu pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Banyak warganya yang miskin ilmu karena kurang dukungan dari pemerintah dalam menunjang pemberantasan kebodohan. Wajar, kita banyak diinjak-injak, dalam arti tidak dihargai negarara lain. Aset Negara banyak dimiliki negara asing hanya karena minimnya ilmu……” Kata pak Dwija berapi-api.
“Stop! Stoop.. sebentar Pak, eemmmm Pak Dwija ingat nggak, dulu di Kabupaten tetangga kita tahun 2008 pernah beredar buku dengan judul Membangun Masyarakat Membaca tulisan H. Karna Sobahi?”
“Oooo yang ditulis Kadisdik yang sekarang menjadi Wakil Bupati itu kan? “
“Betul itu! Bapak punya bukunya?” Tanya Pak Tata dengan bibir bergetar.
“Punya dong!”
“Ngomong-ngomong Bapak punya buku itu dari mana? Perasaan di sekolah kita hanya ada satu buku saja, dulu saya dikirimi teman saya dari kabupaten sebelah, terus saya simpan di perpustakaan…. Jangan…jangan…..”
“Aku mengambilnya tanpa permisi hahahaaaa!” Sergah Pak Dwija sambil menutup mukanya yang memerah.
“Hahaa! Perpustakaan tak perlu tralis Pak! ”
“Aku orang bodoh! Orang bodoh……… aku mengambil buku tanpa permisi!“
“Bapak sudah baca isinya?”
“Sudah…. “
“Bagus?”
“Bagus sekali!”
“Sekarang Bapak sudah sadar?”
“Sudah!”
“Kembalikan buku itu ya Pak ….. jangan disimpan kalau sudah selesai dibaca, biar orang lain turut membaca, biar orang lain dapat manfaatnya pula. Jangan bapak sendiri yang pinter. Pantas saja kalau rapat dewan guru bapak selalu lantang memberikan konsep-konsep pembangunan pendidikan …. rupanya dari sana ya? “
“Ya tidak seluruhnya sih….. besok bukunya saya kembalikan.”
“Bisa, bisa, perpustakaan tanpa tralis kok Pak, buku bisa keluar masuk untuk dicari penggemarnya, mencuri ilmu seperti ini dosanya kecil kok Pak! Bakal terhapus oleh manfaatnya yang besar hahaaa!” ***



Komentar

Postingan Populer