BIO-ETANOL SINGKONG
Oleh : Hamid Kamar
Hamid Kamar,S.Pd,M.Pd |
Siapa yang tidak mengenal singkong. Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida (HCN) yang bersifat racun (toksik) bagi manusia.
Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka.
Sumber foto dari internet |
Berikut klasifikasi Ilmiah dari Singkong :
Kerajaan (Kingdom) | Plantae |
Divisi | Magnoliophyta |
Kelas | Magnoliopsida |
Ordo | Malpighiales |
Famili | Euphorbiaceae |
Upafamili | Crotonoideae |
Bangsa | Manihoteae |
Genus | Manihot |
Spesies | M. esculenta |
Nama Binomial | Manihot esculenta |
Tabel 1. Klasifikasi Singkong
Singkong dapat dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai macam masakan. Direbus untuk menggantikan kentang, dan pelengkap masakan. Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, baik untuk pengidap alergi. Biasa digunakan di negara-negara seperti di Amerika Latin, Karibia, Tiongkok, Nigeria dan Eropa.
Selain diolah untuk dijadikan bahan makanan seperti kripik singkong, singkong juga dapat diolah menjadi bioetanol sebagai pengganti premium. Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Tcknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan gliikoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, bam difermentasi menjadi etanol.
Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan singkong yang diterapkan Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari.
1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil;
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku;
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100oC selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental;
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa (merupakan enzim yang bertindak sebagai katalisator). Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergillus dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja menguraikan pati menjadi glukosa;
5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17 - 18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum;
6 Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada kisaran antara 28 - 32oC dan kisaran pada pH 4,5 - 5,5;
7. Setelah 2 - 3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6 -12% etanol;
8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein;
9. Meski telah disaring, etanol masih bercampur dengan air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78oC atau setara dengan titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair;
10 Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu didestilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100oC. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120 — 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
TanggalTayang :12-1-2007
Sumber : Trubus
Komentar
Posting Komentar