Selamat Jalan Pak Dadi Pakar
Eli Syarifah
Dosen Luar Biasa Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran
Tersentak kaget ketika membaca pesan wafatnya Pak Dadi Pakar. Kabar itu baru kuterima pukul 16.00. Padahal, Pak Dadi sudah meninggalkan kita semua pada pukul 14.00. Telat memang karena HP-ku sengaja kumatikan hanya dengan satu tujuan, yaitu supaya fokus pada pekerjaan yang sedang dijalani. Seterimanya kabar tersebut, saya langsung mengontak Kang Gungun dan meluncur ke rumah duka dengan perasaan sedih karena sangat merasa kehilangan orang yang selama ini kukagumi.
Beberapa hari sebelum wafatnya, saya sempat berbincang banyak dengan beliau. Pada 28 Desember 2010, Pak Dadi menelepon dan mengabarkan bahwa beliau sakit dan sedang menunggu kamar kosong untuk dirawat di Boromeus. Beliau meminta saya untuk mengawas UAS mahasiswanya. Waktu itu saya sedang liburan bersama anak-anak di Tasik. Jadi, baru beberapa hari kemudian, saya dapat menemuinya. Pada 5 Januari 2011, saya datang ke rumahnya untuk menengok dan mengambil soal ujian. Kondisinya sudah cukup baik dan sudah bisa makan, hanya lemas yang masih tersisa, begitu katanya. Cukup lama saya bersama suami, dan Pak Dadi mengobrol. Dari mulai kondisi kesehatannya, pekerjaan, dan terutama tentang Editing. Berulang kali ia menyatakan “ Kalau mengajar di Unpad, insya Allah akan terus saya jalani kecuali saya sudah tidak kuat lagi, baru akan saya serahkan ke yang lain. Karena kondisi saya saperti ini, saya ingin jadwal mengajar saya semester depan tetap sama dengan Eli. Jadi, kalau saya tidak bisa hadir, Eli bisa menggantikan. Saya titipkan Editing ke Eli dan Gungun untuk melanjutkannya. Jangan lihat berapa besar materi yang kita dapat, tapi berapa besar efek ilmu yang kita berikan kepada mahasiswa untuk menjadikannya bekal buat mereka nanti“ Waktu itu saya hanya bilang, “Terima kasih kalau Bapak percaya kepada saya.”
Pada 8 Januari, saya kembali ke rumahnya untuk menyerahkan hasil UAS mahasiswa. Sayang, hari itu saya tidak bisa berlama-lama karena ada acara lain. Namun, Pak Dadi sempat menyerahkan satu bundel materi tentang Editing dan Penerbitan yang sudah dibungkus rapi amplop cokelat dengan tulisan “MATERI EDITING”. Ia menyatakan “Ini modal dan bekal untuk Eli mengajar dan menulis buku tentang dunia Editologi dan Penerbitan. Materi tersebut saya ambil dari berbagai sumber dan sebagiannya hasil saya menerjemahkan.” Begitu katanya. Sekarang saya baru sadar dan tertegun. Apakah itu firasatnya atau pesan terakhir? Nthlah yang jelas, materi itu akan terus saya simpan sebagai kenangan penuh manfaat serta ilmu yang tidak mungkin dan tidak akan pernah saya lupakan. Kata-katanya terus mengiang. Kalau teringat itu, saya tidak henti-hentinya menitikkan air mata mengingat segala keikhlasan dan kebaikannya.
Di mataku, Pak Dadi adalah seorang dosen yang sangat loyal, disiplin, rajin, dan punya semangat tinggi. Umum terjadi, ketika hari pertama masuk kuliah setelah libur panjang, biasanya mahasiswa banyak yang sengaja tidak masuk. Namun, kami tetap semangat mengajar. Alhamdulillah di kelas saya hanya dua orang yang belum kuliah. Sialnya di kelas Pak Dadi, satu kelas kompak bolos. Dengan penuh rasa kecewa, Pak Dadi menunggu sampai 30 menit. Namun, tak kunjung seorang mahasiswa pun yang nongol. Terpaksa beliau pulang dengan membawa kekesalan di hatinya. “Sudah pergi terburu-buru pagi-pagi sekali mengejar waktu masuk pukul 8.00 karena tidak ada sopir. Eeehh… sudah di kampus hanya membuang-buang waktu dengan menunggu.” Begitu keluhnya kepada saya sebelum berpamitan pulang.
Bagi saya, Pak Dadi selain sebagai teman satu profesi di dunia penerbitan dan sesama dosen di Editing Unpad. Beliau pun bisa menjadi sahabat yang senang berdiskusi tentang banyak hal, terutama tentang Editing, Perbukuan, dan Penerbitan. Tak segan-segan Pak Dadi, yang kuanggap sebagai senior dan “bapak” dapat menerima saran, kritik, dan mau menerima ilmu baru dari siapa pun itu datangnya. Kerendahan hati, kesederhanaan, sifat ramah, dan kepeduliannya memang patut mendapat apresiasi.
Banyak kenangan terindah bersama Pak Dadi yang pastinya sulit dilupakan. Saya masih ingat betul ketika kuliah dulu, beliau sering mengajak mahasiswa untuk menumpang mobilnya ketika jam pelajaran usai. Waktu itu kan kendaraan ke dan dari kampus tidak sebanyak dan semudah sekarang. Sampai akhirnya, setelah bekerja, kami sering bertemu di organisasi perbukuan IKAPI. Pada 2006, saya dapat kabar kalau Pak Dadi sedang memerlukan asisten dosen (asdos). Merasa punya pengalaman mengajar beberapa tahun mulai dari TK, SD, SMP, sampai mengajar guru, dan orang asing serta pengalaman hampir sepuluh tahun terjun di dunia penerbitan, saya merasa pede untuk mengajukan sebagai asdos. Singkat cerita, saya langsung mngirimkan lamaran ke Pak Dadi yang awalnya meragukan kemampuan saya karena menurutnya saya belum pernah mengajar mahasiswa. Mungkin karena saya keukeuh untuk mencoba dan ikut tes, Pak Dadi memberi kesempatan kepada saya dengan syarat membuat tiga makalah untuk materi mengajar selama tiga kali pertemuan. Akhirnya, setelah melalui beberapa tahapan penilaian, saya dinyatakan lolos. Jadilah saya asdos untuk mata kuliahnya beliau. Yang selanjutnya, saya juga menjadi asdos Pak Bambang Trim.
Pada 2010, barulah saya mendapatkan SK sebagai dosen luar biasa. Sejajar dengan beliau. Kami selalu mengambil jadwal mengajar setiap Jumat karena hanya hari itulah yang kami miliki. Senin-Kamis, kami sama-sama memiliki aktivitas lain. Hampir setiap selesai mengajar, kami pulang bareng. Setiap ada acara di Unpad, kami pun selalu bersama. Lima tahun sudah saya mengajar di Unpad dan bersama-sama dengan beliau. Oleh karena itu, tak heran kalau begitu banyak kenangan bersamanya.
Saya semakin sedih dan terkenang kalau mengingat kebaikan dan keikhlasan beliau dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi perhatian layaknya seorang bapak terhadap anaknya. “Hari-hari ke depan, tidak ada lagi orang yang akan setia menunggu saat saya agak telat keluar. Tidak akan ada lagi bapak yang rajin masuk kelas ketika saya sedang mengajar karena jam mengajar beliau lebih cepat dari saya. Tidak akan ada guru senior yang selalu mengajak bersama pada setiap acara kampus dan memperkenalkan saya kepada dosen-dosen senior lainnya. Di mobil dalam perjalanan pulang, kita pun selalu tersenyum bangga ketika sama-sama membuka amplop (honor) dari Unpad. Tidak akan ada lagi suara di ujung telepon yang berbicara berapi-api ketika kita membahas tentang buku dan penerbitan.”
Selamat jalan Pak Dadi. Semoga Allah menerima segala amal ibadah Bapak. Allah melapangkan dan menempatkan Bapak pada tempat terbaik di sisi-Nya. Terima kasih Pak Dadi, untuk semua ilmu dan sifat-sifat baikmu yang telah menginspirasi saya dan banyak orang.
Dosen Luar Biasa Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran
Tersentak kaget ketika membaca pesan wafatnya Pak Dadi Pakar. Kabar itu baru kuterima pukul 16.00. Padahal, Pak Dadi sudah meninggalkan kita semua pada pukul 14.00. Telat memang karena HP-ku sengaja kumatikan hanya dengan satu tujuan, yaitu supaya fokus pada pekerjaan yang sedang dijalani. Seterimanya kabar tersebut, saya langsung mengontak Kang Gungun dan meluncur ke rumah duka dengan perasaan sedih karena sangat merasa kehilangan orang yang selama ini kukagumi.
Almarhum Dadi Pakar, Artikelnya paling diminati di Blog ESKUL |
Pada 8 Januari, saya kembali ke rumahnya untuk menyerahkan hasil UAS mahasiswa. Sayang, hari itu saya tidak bisa berlama-lama karena ada acara lain. Namun, Pak Dadi sempat menyerahkan satu bundel materi tentang Editing dan Penerbitan yang sudah dibungkus rapi amplop cokelat dengan tulisan “MATERI EDITING”. Ia menyatakan “Ini modal dan bekal untuk Eli mengajar dan menulis buku tentang dunia Editologi dan Penerbitan. Materi tersebut saya ambil dari berbagai sumber dan sebagiannya hasil saya menerjemahkan.” Begitu katanya. Sekarang saya baru sadar dan tertegun. Apakah itu firasatnya atau pesan terakhir? Nthlah yang jelas, materi itu akan terus saya simpan sebagai kenangan penuh manfaat serta ilmu yang tidak mungkin dan tidak akan pernah saya lupakan. Kata-katanya terus mengiang. Kalau teringat itu, saya tidak henti-hentinya menitikkan air mata mengingat segala keikhlasan dan kebaikannya.
Di mataku, Pak Dadi adalah seorang dosen yang sangat loyal, disiplin, rajin, dan punya semangat tinggi. Umum terjadi, ketika hari pertama masuk kuliah setelah libur panjang, biasanya mahasiswa banyak yang sengaja tidak masuk. Namun, kami tetap semangat mengajar. Alhamdulillah di kelas saya hanya dua orang yang belum kuliah. Sialnya di kelas Pak Dadi, satu kelas kompak bolos. Dengan penuh rasa kecewa, Pak Dadi menunggu sampai 30 menit. Namun, tak kunjung seorang mahasiswa pun yang nongol. Terpaksa beliau pulang dengan membawa kekesalan di hatinya. “Sudah pergi terburu-buru pagi-pagi sekali mengejar waktu masuk pukul 8.00 karena tidak ada sopir. Eeehh… sudah di kampus hanya membuang-buang waktu dengan menunggu.” Begitu keluhnya kepada saya sebelum berpamitan pulang.
Bagi saya, Pak Dadi selain sebagai teman satu profesi di dunia penerbitan dan sesama dosen di Editing Unpad. Beliau pun bisa menjadi sahabat yang senang berdiskusi tentang banyak hal, terutama tentang Editing, Perbukuan, dan Penerbitan. Tak segan-segan Pak Dadi, yang kuanggap sebagai senior dan “bapak” dapat menerima saran, kritik, dan mau menerima ilmu baru dari siapa pun itu datangnya. Kerendahan hati, kesederhanaan, sifat ramah, dan kepeduliannya memang patut mendapat apresiasi.
Banyak kenangan terindah bersama Pak Dadi yang pastinya sulit dilupakan. Saya masih ingat betul ketika kuliah dulu, beliau sering mengajak mahasiswa untuk menumpang mobilnya ketika jam pelajaran usai. Waktu itu kan kendaraan ke dan dari kampus tidak sebanyak dan semudah sekarang. Sampai akhirnya, setelah bekerja, kami sering bertemu di organisasi perbukuan IKAPI. Pada 2006, saya dapat kabar kalau Pak Dadi sedang memerlukan asisten dosen (asdos). Merasa punya pengalaman mengajar beberapa tahun mulai dari TK, SD, SMP, sampai mengajar guru, dan orang asing serta pengalaman hampir sepuluh tahun terjun di dunia penerbitan, saya merasa pede untuk mengajukan sebagai asdos. Singkat cerita, saya langsung mngirimkan lamaran ke Pak Dadi yang awalnya meragukan kemampuan saya karena menurutnya saya belum pernah mengajar mahasiswa. Mungkin karena saya keukeuh untuk mencoba dan ikut tes, Pak Dadi memberi kesempatan kepada saya dengan syarat membuat tiga makalah untuk materi mengajar selama tiga kali pertemuan. Akhirnya, setelah melalui beberapa tahapan penilaian, saya dinyatakan lolos. Jadilah saya asdos untuk mata kuliahnya beliau. Yang selanjutnya, saya juga menjadi asdos Pak Bambang Trim.
Pada 2010, barulah saya mendapatkan SK sebagai dosen luar biasa. Sejajar dengan beliau. Kami selalu mengambil jadwal mengajar setiap Jumat karena hanya hari itulah yang kami miliki. Senin-Kamis, kami sama-sama memiliki aktivitas lain. Hampir setiap selesai mengajar, kami pulang bareng. Setiap ada acara di Unpad, kami pun selalu bersama. Lima tahun sudah saya mengajar di Unpad dan bersama-sama dengan beliau. Oleh karena itu, tak heran kalau begitu banyak kenangan bersamanya.
Saya semakin sedih dan terkenang kalau mengingat kebaikan dan keikhlasan beliau dalam membimbing, mengarahkan, dan memberi perhatian layaknya seorang bapak terhadap anaknya. “Hari-hari ke depan, tidak ada lagi orang yang akan setia menunggu saat saya agak telat keluar. Tidak akan ada lagi bapak yang rajin masuk kelas ketika saya sedang mengajar karena jam mengajar beliau lebih cepat dari saya. Tidak akan ada guru senior yang selalu mengajak bersama pada setiap acara kampus dan memperkenalkan saya kepada dosen-dosen senior lainnya. Di mobil dalam perjalanan pulang, kita pun selalu tersenyum bangga ketika sama-sama membuka amplop (honor) dari Unpad. Tidak akan ada lagi suara di ujung telepon yang berbicara berapi-api ketika kita membahas tentang buku dan penerbitan.”
Selamat jalan Pak Dadi. Semoga Allah menerima segala amal ibadah Bapak. Allah melapangkan dan menempatkan Bapak pada tempat terbaik di sisi-Nya. Terima kasih Pak Dadi, untuk semua ilmu dan sifat-sifat baikmu yang telah menginspirasi saya dan banyak orang.
Satu hal yang saya belajar dan tidak pernah lupa dari beliau adalah kerendahan hati, antusiasme, dan konsistensi.
BalasHapusWalaupun beliau mungkin sempat kecewa karena ternyata saya menemukan "jalan" yang lain karena tidak lagi eksis di dunia yang beliau tekuni, tapi saya memperoleh banyak dukungan dan doa yang sangat menunjang dalam karier.
Satu hal yang pasti, beliau sama sekali tidak mengeluh mengenai penyakit yang menimpanya bahkan sampai dengan menghembuskan nafas terakhir pun beliau tetap tersenyum dan senantiasa mengucapkan terimakasih kepada semua orang yang menghampirinya.
Terimakasih kembali Pak Dadi... saya merasa terhormat karena telah mengenal Anda, terimakasih karena telah mengangkat saya menjadi anak angkat Bapak.
Bapak selalu memiliki tempat tersendiri di hati saya... selamat jalan!
menurut kami perjuangan Pak Dadi Pakar patut di kagumi, karena walaupun beliau sedang sakit, beliau tetap menyuruh Eli untuk menggantikan beliau mengawas UAS soal editing.
BalasHapus