Timah Suramadu, "Sarjana Dapur" yang Sukses di Inggris


Namanya Fatimah. Sehari-hari akrab dipanggil Timah. Di situs jejaring sosial Facebook ia dikenal dengan nama Timah Suramadu. Sudah bisa ditebak dari mana ia berasal. Ia adalah wanita asal Bangkalan Madura yang semasa mudanya pernah tinggal lama di Surabaya. Meskipun tidak bisa baca tulis, Timah Suramadu tetap semangat berselancar di dunia maya. Ia mendapatkan bantuan seorang sahabatnya untuk mengoperasikan internet. Perlahan-lahan ia kini mulai bisa sendiri mengoperasikan beberapa software di laptop pribadinya. Misalnya, ia sudah bisa membuka Youtube, Windows Media Player, dan beberapa software yang mudah dioperasikan. Namun untuk update status di Facebook, ia tetap mengandalkan sahabatnya. Selama berada di Inggris, ia mengaku tidak sanggup bepergian sendiri keliling kota London. Ia tetap membutuhkan sahabatnya untuk menemani. Saat bepergian ke luar ia tidak pernah berani sendirian, kecuali untuk jarak yang cukup dekat. Ia mengaku tak bisa membaca petunjuk jalan dan tidak mampu berbicara bahasa Inggris meskipun sudah tinggal di London selama 16 tahun. Hal itulah yang membuatnya tetap menghadapi kendala selama berada di Britania Raya.
Awal mula keberadaannya di London adalah karena pengalamannya yang begitu getir. Sejak kecil, ia tidak merasakan hidup selayaknya orang lain. Sebagian besar waktu di masa mudanya di habiskan di dapur. Saat saudara-saudara lainnya mengenyam pendidikan, ia mengalah untuk tetap berada di rumah membantu ibunya memasak, mencuci pakaian, menyetrika, dan ikut mengerjakan pekerjaan orangtuanya.

Pengalaman pahit dalam kehidupannya yang lain juga ikut mempengaruhi keberangkatannya London. Setelah memiliki tiga anak buah perkawinannya dengan suaminnya, sang suami berangkat ke Malaysia dan selama berada di Malaysia tidak pernah memberi kabar. "Suami saya tidak pernah mengirim apa-apa setelah berada di Malaysia. Oleh karena itu, saya berfikir bagaimana caranya menghidupi tiga anak!" Ujar Timah Suramadu kepada Eskul Media Mandiri di rumah kontrakannya di pusat kota London. Saat ini ia tinggal bersama sahabatnya, Siti, yang bekerja di kawasan Regent Park. Bersama Siti lah, Timah banyak menyempatkan waktu luangnya sambil mengingat kembali masa-masa mudanya yang cukup kelam.
Keberadaannya di Inggris sebenarnya bukan kesengajaan. Saat ia masih dalam masa galau ditinggal suami, ia mendapatkan tawaran seorang kenalannya untuk berangkat ke Arab Saudi dengan visa turis. Akan tetapi setelah berada di sana, ia bertemu dengan seseorang yang membuatnya bisa tinggal lama di Arab Saudi hingga ia akhirnya bekerja selama beberapa tahun di sana. Di Arab Saudi lah ia mulai menemukan kesempatan untuk melupakan suaminya. Namun, selang beberapa tahun, sang suami menyusul ke Arab Saudi dan berkumpul bersama.

Setelah berkumpul dan meniti usaha hingga mapan, ia memboyong anaknya ke Saudi. Nadya Altafunnisa dibawa serta ke sana. Saat ini Nadya masih berada di Saudi. Namun takdir menentukan lain, suaminya tidak disangka berlabuh ke wanita lain di Saudi. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk keluar dari Arab Saudi. Beruntung ia menemukan seseorang yang bisa membawanya ke Inggris.
"Saya ini sebenarnya menderita batin. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya saya melihatnya kenyataan suami saya bersama wanita lain. Daripada dimadu lebih baik saya hidup sendiri saja!" ujarnya dengan tutur bahasa logat Madura.

Selama berada di London, ia tinggal bersama majikannya yang berkebangsaan Arab. Sehari hari Timah jarang ke luar rumah. Ada aturan yang mengharuskan para pekerja yang bekerja di kalangan orang Arab untuk tidak banyak keluar rumah. Ia akhirnya sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Arab. Tak heran, selama 16 tahun berada di London, ia belum bisa berbicara dengan bahasa Inggris. Namun setelah tidak lagi bekerja dengan majikan Arab-nya ia mulai bisa leluasa keluar rumah dan bergabung dengan komunitas migrant workers di London. Ia juga bisa jalan-jalan ke Picadilly bersama Siti. Pada hari Minggu ia bisa ikut sekolah di salahsatu lembaga pendidikan yang dimotori oleh salahsatu organisasi buruh di sana. Bahkan, beberapa hari lalu, ia mendapatkan undangan dari Kedutaan Besar RI di London dalam salahsatu acara resmi. Ia berkesempatan berbincang-bincang cukup lama dengan istri Duta Besar RI di sana.
Bagi Timah Suramadu, kehidupannya sekarang ini di London telah membuatnya merasa beruntung. "Biarpun saya ini cuma sarjana dapur, saya merasa beruntung bisa tinggal dan bekerja di Inggris. Saya tidak pernah membayangkan bisa ada di sini. Saudara-saudara saya yang sekolah pun belum ada kesempatan ke luar negeri. Sementara saya yang kerjanya ngurus dapur malah bisa ke London!" Ujarnya polos.
Kisah hidup Timah Suramadu memang menjadi pelajaran bagi siapapun bahwa pendidikan tidak menjamin seseorang untuk hidup sukses justru sosok Timah Suramadu yang tidak mampu membaca dan menulis bisa bekerja di kota Megapolitan London.*** (E-1/E-19)







Komentar

Postingan Populer