Iklan

ABISASTRA PHOTOGRAPHY The Art of Photography

Senin, 23 Juli 2012

Keliling Kota London dengan Becak


Di London becak adalah alat transportasi yang di gunakan pada malam hari untuk berkeliling-keliling di sekitar pusat kota seperti di Piccadilly Circus dan Oxford Circus. Menjelang akhir pekan para pengayuh becak sangat banyak beroperasi mereka adalah anak-anak muda yang sengaja mencari nafkah tambahan.
Piccadilly Circus adalah salah satu tempat yang indah untuk menghabiskan acara akhir pekan di jalanan juga tempat untuk berpesta-pora bagi orang-orang bule setempat karena di sekitar bundaran ini banyak terdapat pub dan bar. Di sepanjang jalanan ini bagaikan lautan manusia di malam hari di tambah dengan suasana indah dari sebuah gedung tinggi yang dihiasi lampu yang berwarna-warni yang tak pernah mati sepanjang waktu.
Becak-becak mereka dihiasi dengan berbagai ragam dekorasi juga diiringi dengan musik sehingga para penumpang bisa menikmati keindahan kota dengan nyaman.
Para pengayuh becak ini mengantarkan para penumpangnya untuk berkeliling. Mereka memasang tarif dari £10 Inggris atau sekira Rp 145000,- (E-19)

Kamis, 19 Juli 2012

Lunturnya Etika Komunikasi dalam Percakapan Online


Oleh : Kadya Tinulis

Chatting atau percakapan online adalah proses komunikasi di jaman internet seperti sekarang ini. Percakapan online ini tidak mengenal batas jarak dan waktu. Semua bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Yang penting signal kuat dan jaringan memadai, tentunya fasilitas yang tersedia memadai seperti laptop dan modem. Jika tidak memiliki fasilitas sendiri, fasilitas seperti itu secara umum bisa didapatkan. Kita tinggal menggunakan jasa layanan warung internet atau warnet.

Akan tetapi, chatting berbeda dengan percakapan biasa. Percakapan online ini bisa berupa multiple conversation di mana jumlah lawan bicara atau partner chat-nya relatif banyak, bergantung pada kondisi saat itu. Semakin banyak yang sedang OL (on line) maka peluang untuk mendapatkan chat partner pun semakin banyak pula.
Di dalam kondisi seperti itu, kita saat ini dibiasakan pada kondisi percakapan ganda di mana konsentrasi bercakap-cakap sudah tidak lagi fokus pada satu orang. Terkadang chat partner yang sudah lebih dulu aktif, malah dibiarkan begitu saja dan sibuk melayani chat partner yang baru. Dalam percakapan online, sudah tidak sama lagi dengan percakapan konvensional. Dalam percakapan konvensional man to man, sudah terbiasa ada prolog dan epilog. Kita terbiasa mengucapkan salam saat membuka percakapan dan memberitahukan dulu sebelum menutup percakapan dengan kalimat-kalimat penutup.
Hal yang terjadi saat ini di dunia maya khususnya dalam chatting adalah hilangnya etika komunikasi. Ada kalanya seseorang bercakap-cakap dengan video camera dengan chat partner 1, wajah menghadap tapi ternyata chat partner 2 yang dituju. Hal ini merupakan bentuk poligami dalam proses komunikasi. Cara-cara seperti sebenarnya cukup merugikan. Terkadang ada orang yang sengaja meluangkan waktu untuk temannya supaya bisa chat berdua, setelah ditemani malah mendua, mentiga, dan tidak lagi berfokus pada tujuan chat.

Secara psikologis, orang yang membiasakan diri berpoligami dalam proses chatting adalah orang yang melunturkan aspek konsentrasinya dalam berbagai hal dan mudah menganggap remeh peran orang lain. Ada orang yang uring-uringan berujar "Aku udah bela-belain nungguin kamu supaya bisa chat. Udah chat malah gak fokus. Bikin bete aja...!

Bagaimanapun etika komunikasi haruslah dijaga dengan baik sebab berdasarkan teori komunikasi, komunikasi adalah hubungan dua arah atara komunikator dan komunikan. Percakapan lebih ideal difokuskan kepada seseorang atau pihak yang memang sudah direncanakan untuk diajak bicara. Jika pada saat chat kita banyak berpaling kepada lawan bicara yang lain tanpa memberitahu dulu, maka yang terjadi adalah ketersinggungan. "Mukamu menghadap gue, senyum-senyum sama orang lain ". Begitu kira-kira gambaran yang sering terjadi di dalam dunia chatting. ***

Masih ABG Kerja di Jebor

Jatiwangi pernah mengalami masa kejayaannya pada dekade 80 di mana saat itu industri genteng Jatiwangi berkembang pesat. Pabrik-pabrik genteng yang sebelumnya sudah lebih dulu eksis akhirnya menjadi leader dalam aspek produksi dan marketingnya. Pada saat itu pabrik-pabrik yang mengalami masa kejayaan adalah Padil, Abadi, Maher, dan Sentosa. Sampai akhir tahun 2000, jumlah pabrik genteng mencapai lebih dari 1.000 pabrik baik skala besar atapun pabrik kecil (jebor). Dengan jumlah pabrik yang banyak tersebut, tenaga kerja yang terserap di sektor industri tersebut cukup banyak namun lebih lebih didominasi oleh kalangan wanita. Kebanyakan dari mereka adalah kaum ibu. Mereka bekerja di pabrik genteng yang tersebar di 16 desa yaitu desa Burujulwetan, Burujulkulon, Cicadas, Sutawangi, Surawangi, Jatisura, Loji, Andir, Jatiwangi, Leuweunggede, Sukarajawetan, Sukarajakulon, Pinangraja, dan desa Cibentar. Di antara para pekerja pabrik genteng kelas jebor terdapat di antaranya pekerja dari kalangan belia. Mereka yang bekerja di pabrik genteng berusia antara 14-18 tahun atau masih ada dalam usia sekolah. Artinya mereka adalah remaja putus sekolah yang berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya kondisi tersebut mencerminkan bahwa aspek pendidikan di wilayah Jatiwangi secara khusus di kalangan masyarakat pekerja pabrik genteng masih kalah penting dibandingkan dengan upaya pemenuhan hidup. Padahal mereka yang berusia remaja memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Sampai saat ini, masih banyak pengusaha genteng di Jatiwangi yang mempekerjakan buruh pabrik genteng dari kalangan remaja. Beberapa pabrik genteng secara faktual masih membiarkan remaja usia sekolah bekerja. Ini adalah pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kabupaten Majalengka khususnya Dinas Pendidikan (Disdik). Disdik Kabupaten Majalengka memiliki kewajiban menekan angka putus sekolah sebab dengan tingginya remaja usia sekolah yang bekerja di pabrik genteng menunjukkan adanya kelemahan Pemerintah Kabupaten Majalengka untuk memperhatikan nasib generasi mudanya. Namun sejauh ini Pemerintah Kabupaten Majalengka belum menyentuh masalah tersebut padahal jika dicermati masalah itu berpengaruh pada terancamnya keberhasilan program Wajar Dikdas atau tidak adanya peningkatan mutu SDM di kalangan masyarakat khususnya di sekitar industri genteng Jatiwangi mengingat generasi mudanya direpotkan oleh kerja keras dan banting tulang mencari sesuap nasi dengan cara menjadi buruh jebor.
Menurut Awan S. Abdullah, masalah tersebut seyogyanya dikembalikan kepada peranan orangtua sebab orangtua menjadi salahsatu faktor utama keberadaan anak-anaknya bekerja di pabrik genteng. Tanpa ada dukungan atau restu dari orangtua, Awan berpendapat, tidak mungkin mereka bisa bekerja di sana. Hal ini juga harus dilihat dulu kondisi ekonomi orangtuanya dan dicari alasannya. Akan tetapi berdasarkan hasil pantauan diketahui bahwa faktor ekonomi menjadi salahsatu penyebab utama.
Pimpinan Jatiwangi Art Factory (JAF) Majalengka, Ginggi Syarif Hasyim berpendapat berbeda. Menurutnya, saat ini justru tenaga kerja usia sekolah cenderung berkurang "Kalo sekarang keluaran SMP paling...kalo dulu iiya...karena ada paradigma buat apa sekolah tinggi akhirnya ke jebor juga...sekarang malah agak kesulitan nyari pekerja..karena ketika tingkat pendidikan meningkat,kerja di pabrik genteng sudah tak menarik lagi...!" Ujarnya melalui situs jejaring sosial Facebook.
Sementara itu, praktisi pendidikan Rudy Arbiani berpendapat bahwa masalah tersebut cukup dilematis. "Namun kita kembalikan lagi ke peraturan perundangan yang berlaku mengenai ketenaga kerjaan (UU no 13 Thn 2003), di sana sudah diatur mengenai ketentuan izin tertulis dari orang tua atau wali, perjanjian kerja, waktu kerja maksimum, hubungan kerja, upah, dan lain-lain...!" Ujar Rudy.
"Namun "masalah" yang nampak jelas menurut saya, penyebab banyaknya pekerja di bawah umur adalah karena faktor kemiskinan (ekonomi)...!" imbuhnya. ***


Selasa, 17 Juli 2012

Uji Nyali di Cileuis


Leuweunggede adalah salahsatu desa di Kecamatan Jatiwangi Majalengka Jawa Barat. Lokasinya berbatasan langsung dengan desa Andir, Desa Sukarajawetan, desa Sutawangi, dan desa Waringin Palasah. Desa ini adalah penghasil genteng dan opak beas (opak sangu). Di beberapa blok di desa tersebut terdapat beberapa jebor atau pabrik genteng dan di banyak rumah penduduk terdapat pula banyak aktivitas pembuatan opak beas.

Hubungan antara desa Leuweunggede dengan desa Waringin dikenal cukup dekat sejak dulu. Selain karena berbatasan langsung, masyarakat kedua desa tersebut memiliki ikatan kekeluargaan karena banyak warganya yang bertaut jodoh. Pemuda desa Leuweunggede banyak yang menikah dengan gadis Waringin. Begitu juga pemuda Waringin banyak yang menikah dengan gadis Leuweunggede. Selain memiliki ikatan historis kekeluargaan, masyarakat Waringin juga banyak yang mencari nafkah di Leuweunggede. Beberapa di antaranya bekerja di jebor. Sebagian lagi bekerja di areal pertanian. Akan tetapi aktivitas kedua warga desa tersebut terganggu dengan rusaknya jembatan gantung Cileuis.

Jembatan gantung Cileuis adalah satu-satunya sarana untuk melintasi sungai sebab desa Waringin dan Desa Leuweunggede dipisahkan oleh sungai yang cukup lebar. Jembatan gantung Cileuis pada awalnya dibangun bersamaan dengan dibangunnya Bendung Tempuh 1731 HA oleh pemerintah. Saat ini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Banyak masyarakat kedua desa tersebut yang merasa kesulitan untuk melintasi jembatan itu karena bagian lintasannya sudah bolong. Mereka menyiasatinya dengan papan-papan kayu. Namun tetap saja, kesulitan tersebut belum bisa diatasi. Banyak warga yang mengaku tidak berani melintasi jembatan gantung Cileuis. Mereka mencari alternatif dengan menempuh Waringin ke arah Jatiwangi meskipun jaraknya beberapa kali lipat.
Kendala yang paling dirasakan adalah oleh para pengguna sepeda motor. Mereka mengaku sangat kesulitan untuk melintas di jembatan Cileuis. Melewati jembatan itu seperti sedang melakukan acara uji nyali sebab tanpa keberanian, para pengguna sepeda motor tidak akan sanggup melintas di jembatan Cileuis. Pada saat kru Eskul Media Mandiri sedang memantau kondisi jembatan gantung tersebut, salahseorang pengendara sepeda motor terperosok, untuk hanya tersangkut. Bisa dibayangkan jika ia terjun ke sungai dengan ketinggian jembatan 4 meter dari permukaan air sungai.

Masyarakat desa Leuweunggede dan Desa Waringin mengharapkan agar Pemerintah segera memperhatikan kondisi jembatan gantung tersebut mengingat fungsi jembatan gantung itu sangat berpengaruh bagi perekonomian kedua desa tersebut. (E-1)

Rabu, 04 Juli 2012

Queen Mary's Garden





Queen Mary's Garden adalah sebuah taman bunga mawar terbesar dan terlengkap di Inggris yang terletak di tengah-tengah taman besar di Reggent Park London.
Bunga mawar yang tumbuh di taman ini sekitar 400 macam ragam dan tumbuh sekitar 300.000 pohon yang sengaja di tanam secara berkelompok hingga membentuk lingkaran lingkaran dan membentuk formasi-formasi lainnya.
Taman ini di bangun pada tahun 1930 untuk mengenang perjuangan Queen Mary.Bunga mawar ini bisa di saksikan pada pertengahan bulan Juni hingga akhir bulan Agustus.Pada bulan-bulan di musim panas para pengunjung sengaja berdatangan untuk menyaksikan keindahan bunga mawar dan berphoto-ria di taman tersebut.
Bunga mawar juga dijadikan sebagai simbol negara Inggris seperti halnya Belanda yang menggunakan bunga tulip sebagai simbol negara dan Jepang dengan bunga sakuranya.Maka tak heran lagi penduduk di sini yang mempunyai taman di rumahnya pastilah menanam bunga mawar.Bunga mawar termasuk cukup mudah di tanam di mana saja khususnya di daerah dingin. Bunga mawar pernah di abadikan oleh salah satu kelompok band terkenal Gun n Roses sebagai logo band tersebut.Di Inggris juga di gunakan sebagai logo kostum para pemain rugby.Rugby adalah salah satu olahraga khas Inggris.
Oleh kalangan wanita bunga mawar dijadikan sebagai tanda kasih sayang dan cinta sehingga kalangan pria lebih suka mengirim bunga mawar pada pasangannya.